TATAKELOLA KOLABORATIF HEXA HELIX DALAM PENGELOLAAN TOLERANSI BERAGAMA DI KOTA BOGOR

Penulis

  • Sunardi Universitas Terbuka
  • Darmanto Universitas Terbuka
  • Sandra Sukmaning Adjie Universitas Terbuka

Kata Kunci:

Tata Kelola Kolaboratif, Hexa Helix, Intoleransi, Masyarakat Sipil, Ketahanan

Abstrak

Kota Bogor dikenal sebagai penyangga Ibukota Indonesia dengan keberagaman suku, agama, ras dan golongan, dimana disatu sisi merupakan kekayaan, akan tetapi juga menjadi sumber konflik. Tata kelola kolaborasi dalam pengelolaan toleransi Beragama menjadi relevan mengingat kompleksitas faktor yang terlibat membutuhkan kerangka kerja yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, media, dan lembaga terkait lainnya, untuk bekerja sama dalam mengelola dan mempromosikan toleransi beragama. Dalam praktiknya, terdapat beberapa tantangan dalam tata kelola kolaboratif pengelolaan toleransi Beragama. Tujuan pada penelitian ini untuk menganalisis tata kelola kolaboratif hexa helix dan menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pengelolaan toleransi beragama di Kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan dalam pengelolaan toleransi Beragama di   Kota Bogor menggunakan kerangka kolaboratif Hexa Helix, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil (OMS) menunjukkan peran  yang sangat kuat, berkontribusi secara signifikan terhadap inisiatif kolaboratif. Media massa juga berperan kuat dalam mendukung penyebaran informasi. Namun, peran badan usaha dan akademisi masih lemah dan perlu ditingkatkan. Komunitas terdampak memiliki peran yang sedang, yang menunjukkan kebutuhan akan dorongan tambahan untuk keterlibatan mereka.. Faktor pendukung utama mencakup kepemimpinan yang kuat, birokrasi yang kompeten, serta partisipasi aktif dari masyarakat sipil dan media massa. Sementara itu, faktor penghambat melibatkan keterbatasan dalam keterlibatan badan usaha dan universitas/akademisi, serta hambatan seperti keterlambatan menerjemahkan produk peraturan daerah dalam kebijakan operasional, kurangnya visi dan inovasi kolaboratif dari pemerintah kota dan keterbatasan anggaran. Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan toleransi beragama, perlu memperkuat keterlibatan badan usaha, akademisi, dan komunitas terdampak’.

Unduhan

Diterbitkan

2024-10-31