ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN NOMOR 5/PDT.G/2019/PN.PLW DITINJAU DARI PERSPEKTIF TUJUAN HUKUM KEADILAN

Penulis

  • Khevin Zuchri Universitas Riau
  • Maryati Bachtiar Universitas Riau
  • Ricki Musliadi Universitas Riau

Kata Kunci:

Pertimbangan Hukum, Keadilan, Jual Beli Tanah, Akta Bawah Tangan, Putusan Verstek

Abstrak

Tujuan hukum pada dasarnya mencakup tiga pilar utama, yakni keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Dalam praktik peradilan, ketiganya kerap kali berada dalam posisi yang saling menuntut keseimbangan, terutama ketika hukum formal tidak sepenuhnya mampu mengakomodasi rasa keadilan substantif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam Putusan Nomor 5/Pdt.G/2019/PN.Plw serta mengkaji kesesuaian pertimbangan tersebut dengan prinsip keadilan sebagai salah satu tujuan hukum menurut teori Gustav Radbruch. Perkara ini berkenaan dengan sengketa jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan, di mana penggugat memohon pengesahan transaksi yang tidak dilakukan melalui akta autentik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Penelitian ini termasuk dalam kategori jenis penelitian/pendekatan hukum yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokusnya untuk sinkronisasi hukum. Dalam pengumpulan data untuk penelitian hukum normatif digunakan metode kajian kepustakaan yang meliputi studi dengan mengkaji, menelaah dan menganalisis informasi yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku-buku, perundang-undangan, karya ilmiah, internet dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majelis hakim dalam putusan tersebut mengedepankan keadilan substantif dengan memberikan perlindungan kepada penggugat sebagai pihak yang beritikad baik dan telah menguasai objek tanah secara nyata. Namun, pertimbangan tersebut kurang memperhatikan aspek kepastian hukum sebagaimana disyaratkan dalam sistem pendaftaran tanah nasional. Putusan tersebut, meskipun secara etis dianggap adil, berisiko menciptakan ketidakpastian hukum apabila tidak dibarengi dengan pemenuhan prosedur hukum yang berlaku. Dengan demikian, putusan ini mencerminkan upaya perwujudan keadilan, namun berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum apabila tidak dibarengi dengan pemenuhan prosedur formil.. Adapun saran penulis yaitu pertama penulis menyarankan agar  majelis hakim dalam memutus perkara perdata, khususnya yang berkaitan dengan objek tanah dan hak milik, hendaknya lebih mengedepankan prinsip kehati-hatian yuridis dengan mengintegrasikan seluruh sistem hukum yang relevan. Kedua penulis juga menyarankan agar  pengadilan dalam memutus perkara perdata yang berkaitan dengan hak atas tanah hendaknya mengutamakan prinsip keadilan substantif, terutama dalam melindungi pihak yang beritikad baik dan telah menguasai objek secara nyata.

 

The objectives of law essentially encompass three fundamental pillars: justice, legal certainty, and utility. In judicial practice, these elements often exist in a dynamic tension that requires careful balancing, particularly when formal legal norms fail to adequately accommodate the demands of substantive justice. This study aims to analyze the legal considerations employed by the panel of judges in Decision Number 5/Pdt.G/2019/PN.Plw, and to assess the extent to which those considerations align with the principle of justice as one of the primary aims of law, as conceptualized in Gustav Radbruch’s legal philosophy. The case involves a dispute concerning the sale and purchase of land conducted through an informal (non-authentic) agreement, whereby the plaintiff sought judicial confirmation of a transaction that was not executed by a Land Deed Official (Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT) in the form of an authentic deed. This research falls within the category of normative juridical legal studies, which primarily focus on legal synchronization. Data for this normative legal research was collected through a literature review method, involving the examination, analysis, and interpretation of information derived from various sources such as books, statutory regulations, scholarly works, internet resources, and other relevant legal materials. The findings of this study reveal that the panel of judges prioritized substantive justice by granting legal protection to the plaintiff, who had acted in good faith and possessed actual control over the disputed land. However, such consideration lacked sufficient emphasis on the principle of legal certainty as mandated by the national land registration system. While the decision may be ethically just, it carries the risk of undermining legal certainty if not accompanied by adherence to the applicable procedural requirements. Thus, although the decision reflects an attempt to realize justice, it has the potential to create legal uncertainty in the absence of formal procedural compliance. Based on these findings, the author offers two recommendations. First, it is advised that judges, in adjudicating civil cases—particularly those involving land ownership—should exercise greater juridical caution by integrating all relevant legal frameworks. Second, the courts are encouraged to prioritize the principle of substantive justice in resolving civil disputes over land rights, particularly in cases where good faith and actual possession by one of the parties are evident.

Unduhan

Diterbitkan

2025-06-29