https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/issue/feedJurnal Hukum & Pembangunan Masyarakat2025-05-30T16:56:58+00:00Open Journal Systemshttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10587PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM NOTARIS ATAS PELANGGARAN KODE ETIK DAN IMPLIKASI TERHADAP KEABSAHAN AKTA OTENTIK2025-05-05T07:59:40+00:00Salsabella Fhira Nugrahabeyyaaa04@gmail.comNabila Arzeti Maharaninabilaarzeti26@gmail.com<p>Penelitian ini mengkaji bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum Notaris yang melanggar kode etik dalam pembuatan akta otentik, serta dampak hukum terhadap keabsahan akta tersebut, dengan fokus pada Putusan Nomor 773/Pid.B/2021/PN Smg. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus, yang menelaah norma hukum dan putusan pengadilan terkait. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum Notaris yang melanggar kode etik dalam pembuatan akta otentik berdasarkan Putusan Nomor 773/Pid.B/2021/PN Smg dan Apa implikasi hukum terhadap keabsahan akta otentik yang dibuat oleh notaris yang terbukti melanggar kode etik dan ketentuan pidana .Temuan penelitian mengungkapkan bahwa notaris yang terbukti melanggar kode etik dan melakukan tindak pidana pemalsuan dapat dikenai sanksi pidana, administratif, dan perdata. Selain itu, akta otentik yang dibuat berdasarkan keterangan palsu tidak langsung kehilangan kekuatan hukumnya, melainkan harus melalui proses perdata untuk menentukan status hukumnya. Penelitian ini memberikan pemahaman mendalam mengenai mekanisme pertanggungjawaban notaris sekaligus implikasi hukum atas keabsahan akta otentik, yang penting bagi penegakan integritas profesi dan perlindungan hukum masyarakat.</p> <p><em>This research examines the form of legal accountability for Notaries who violate the code of ethics in the creation of authentic deeds, as well as the legal impact on the validity of such deeds, with a focus on Decision Number 773/Pid.B/2021/PN Smg. The method used is normative juridical research with a case study approach, which examines legal norms and court decisions related to the case. The research questions are: What is the form of legal accountability for Notaries who violate the code of ethics in the creation of authentic deeds based on Decision Number 773/Pid.B/2021/PN Smg, and What are the legal implications for the validity of authentic deeds created by Notaries who are proven to have violated the code of ethics and criminal provisions. The research findings reveal that Notaries who are proven to have violated the code of ethics and committed criminal acts of forgery can be subject to criminal, administrative, and civil sanctions. Additionally, authentic deeds created based on false information do not automatically lose their legal force, but rather must go through a civil process to determine their legal status. This research provides a deep understanding of the accountability mechanism for Notaries and the legal implications for the validity of authentic deeds, which is essential for upholding professional integrity and protecting the law for society</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10994UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM KASUS KORUPSI MELALUI PENERAPAN UANG PENGGANTI2025-05-20T12:22:58+00:00Ulan Suciulansuci09372@gmail.comHenny Yuningsihhennyyuningsih511@gmail.comArtha Febriansyaharthafebrian@unsri.ac.id<p>Tindak pidana korupsi di Indonesia menjadi salah satu hambatan utama dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan, menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara. Proses penegakan hukum tidak hanya bertujuan untuk menjatuhkan sanksi, tetapi juga untuk memulihkan kerugian yang dialami negara melalui penerapan pidana uang pengganti. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan data sekunder sebagai sumber utama, yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dokumen hukum, kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menggambarkan fenomena terkait penerapan pidana uang pengganti dalam kasus korupsi. Pidana uang pengganti memiliki landasan hukum yang kuat dan mencerminkan pendekatan restoratif dalam pemidanaan. Namun, implementasinya menghadapi berbagai tantangan, seperti ketidakmampuan terpidana untuk membayar, kesulitan dalam pelacakan dan penyitaan aset, serta perbedaan interpretasi hukum oleh aparat penegak hukum. Untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara, diperlukan revisi regulasi, peningkatan kapasitas penegak hukum, dan penguatan kerjasama internasional dalam pemulihan aset.</p> <p> </p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10934PENERAPAN EXTRADISI OLEH NEGARA ASAL TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL YANG MELANGGAR HAM2025-05-19T06:05:19+00:00Ananta Mahatyantoamahatyanto@gmail.com<p>Seiring dengan berkembangnya zaman terutama dalam perkembangan perekonomian, banyak negara telah menerapkan praktek investasi asing. Dimana Negara Asing melakukan Investasi terhadap negara penerima investasi, salah satu cara yang dilakukan adalah membentuk Perusahaan multinational yang disepakati oleh kedua belah pihak negara dan berkedudukan hukum di negara penerima modal setempat atau disebut juga negara tuan rumah. Terhadap hal itu tentunya timbul kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara asing dan perusahaan multinasional sehingga tercipta nya ketertiban hukum serta pemenuhan objektif dari negara tuan rumah. Akan hal tersebut negara pemodal asing atau kita sebut juga negara asal, mempunyai kewajiban mengawasi dan mengendalikan perusahaan multinasional yang berkedudukan di luar wilayahnya agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap kewajiban dan menegakan hukum terhadap perusahaan multinasional, terutama pada kewajiban perusahaan multinasional untuk menghormati dan mentaati hak asasi manusia, pengawasan itu disebut sebagai pengawasan extraterritorial. Bentuk penegakan hukum pengawasan extraterritorial dalam hal ini akan difokuskan kepada tuntutan hukum nasional terhadap pelanggaran hak asasi masnuia yang akan dikembangkan prosesnya dengan extradisi oleh negara asal terhadap perusahaan multinasional yang melanggarnya.</p> <p><em>As time goes by, especially in economic development, many countries have implemented foreign investment practices. Where a foreign country invests in a country receiving investment, one way to do this is to form a multinational company that is agreed upon by both countries and has legal domicile in the country receiving the local capital, also known as the host country. With this, of course, obligations arise that must be fulfilled by foreign countries and multinational companies so that legal order is created and the host country fulfills its objectives. In this regard, the foreign investment country or what we also call the homestate, has the obligation to supervise and control multinational companies domiciled outside its territory so that they do not violate their obligations and enforce the law against multinational companies, especially the obligations of multinational companies to respect and obey human rights. this supervision is referred to as extraterritorial control. The form of extraterritorial control law enforcement in this case will focus on national legal demands for violations of human rights which will be developed into a process with extradition by the homestate against multinational companies that violate them.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10729PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN MELALUI MEDIA SOSIAL (STUDI POLRES BIMA KOTA)2025-05-11T10:10:47+00:00Hermansyahhermanmansh3@gmail.comSyamsuddinsyamsuddinbima59@gmail.comIlhamilhamangkra16@gmail.com<p>Perkembangan teknologi informasi telah mendorong meningkatnya penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi publik. Namun, kebebasan berpendapat di ruang digital sering disalahgunakan melalui praktik ujaran kebencian, yang berpotensi mengganggu ketertiban umum dan merusak kohesi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian melalui media sosial oleh Polres Bima Kota, mengidentifikasi kendala yang dihadapi, serta mengevaluasi efektivitas dan strategi yang dilakukan dalam menanggulanginya. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan studi kepustakaan sebagai metode utama, serta memanfaatkan data sekunder dari dokumentasi resmi, literatur hukum, dan laporan institusional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum telah dilakukan secara sistematis melalui mekanisme pelaporan, investigasi, dan proses peradilan, dengan landasan regulatif seperti KUHP, UU ITE, dan surat edaran Kapolri. Meskipun terdapat peningkatan efektivitas penanganan kasus, kendala signifikan seperti keterbatasan SDM, infrastruktur, ambiguitas hukum, serta faktor budaya lokal masih menghambat kinerja optimal aparat. Polres Bima Kota telah mengembangkan berbagai inovasi seperti edukasi publik, sistem deteksi dini, forum multipihak, hingga penerapan restorative justice. Penelitian ini merekomendasikan model penegakan hukum integratif-kultural yang memadukan pendekatan hukum formal dengan kearifan lokal. Kontribusi penelitian ini bersifat teoretis dalam memperkaya diskursus cybercrime dan praktis dalam merumuskan kebijakan penanganan ujaran kebencian yang lebih kontekstual dan kolaboratif.</p> <p><em>The development of information technology has encouraged the increasing use of social media as a means of public communication. However, freedom of speech in the digital space is often abused through the practice of hate speech, which has the potential to disrupt public order and damage social cohesion. This study aims to analyze the implementation of law enforcement against criminal acts of hate speech through social media by Bima City Police, identify the obstacles faced, and evaluate the effectiveness and strategies taken in overcoming them. This research uses a normative legal approach with literature study as the main method, and utilizes secondary data from official documentation, legal literature, and institutional reports. The results show that law enforcement has been carried out systematically through reporting mechanisms, investigations, and judicial processes, with regulatory foundations such as the Criminal Code, ITE Law, and Chief of Police circular letters. Although there is an increase in the effectiveness of case handling, significant obstacles such as limited human resources, infrastructure, legal ambiguity, and local cultural factors still hamper the optimal performance of the apparatus. Bima City Police has developed various innovations such as public education, early detection systems, multi-stakeholder forums, and the application of restorative justice. This research recommends an integrative-cultural law enforcement model that combines formal legal approaches with local wisdom. The contribution of this research is theoretical in enriching the cybercrime discourse and practical in formulating policies for handling hate speech that are more contextual and collaborative.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/11242TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING2025-05-27T08:07:59+00:00Rifqani Nur Fauziah Hanifrifkamlg@gmail.com<p>Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) ialah salah satunya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur atau kebutuhan akan pengadaan barang namun dengan menekan biaya yang ditimbulkan. Dengan kebutuhan tersebut dibukalah pintu baru yaitu Pemanfaatan BMN untuk Kegiatan Penanaman Modal Asing (FDI) dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hal tersebut diharapkan dapat mengeksplorasi bagaimana manajemen yang efektif dari aset BMN dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ketahanan terhadap tantangan ekonomi global. Skema pemerintah untuk menarik investasi swasta dan asing dalam proyek infrastruktur pemanfaatan aset BMN yang tidak digunakan dianalisis, dengan menyoroti potensinya untuk mengurangi keterbatasan anggaran dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Studi ini juga mengevaluasi Model Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau Kemitraan Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU/PPP) dalam pemanfaatan BMN, menekankan pentingnya kerangka regulasi, kapasitas institusi, dan transparansi. Pada akhirnya, penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi praktis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan BMN dalam pembangunan infrastruktur.</p> <p><em>The utilization of State-Owned Assets (SOEs) is one way to meet infrastructure needs or procurement requirements while minimizing costs. With this need in mind, a new avenue has been opened: the utilization of SOEs for Foreign Direct Investment (FDI) activities in infrastructure development in Indonesia. This is expected to explore how effective management of SOE assets can contribute to sustainable economic growth and resilience to global economic challenges. The government's scheme to attract private and foreign investment in infrastructure projects using unused SOE assets is analyzed, highlighting its potential to alleviate budget constraints and stimulate economic growth. This study also evaluates Government-Business Cooperation or Public-Private Partnership (PPP) models in SOE utilization, emphasizing the importance of regulatory frameworks, institutional capacity, and transparency. Ultimately, this research aims to provide practical recommendations to enhance the efficiency and effectiveness of SOE utilization in infrastructure development.</em></p> <p> </p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10605KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PRAKTIK NOTARIS: TINJAUAN TERHADAP KEPATUHAN TERHADAP KODE ETIK PROFESI DAN DAMPAKNYA PADA KEPERCAYAAN PUBLIK2025-05-06T04:53:09+00:00Miramierawachdin@gmail.comBernia Meyta Fredrikaberniameytaa@gmail.com<p>Penelitian ini membahas penerapan prinsip kepatuhan terhadap kode etik profesi notaris dalam mengatasi konflik kepentingan dan dampaknya terhadap kepercayaan publik. Sebagai pejabat umum, notaris memiliki kewajiban untuk menjaga independensi dan profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang notaris terlibat dalam situasi yang mengancam objektivitas dan netralitasnya, misalnya hubungan pribadi atau keterlibatan bisnis dengan pihak yang terlibat dalam transaksi hukum. Kode Etik Notaris Indonesia dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menekankan pentingnya notaris untuk menjaga integritas dan independensinya. Kepatuhan terhadap kode etik ini tidak hanya penting untuk mencegah konflik kepentingan, tetapi juga untuk mempertahankan kepercayaan publik terhadap profesi notaris. Jika kode etik tidak dipatuhi, maka dapat timbul dampak negatif, seperti penurunan kredibilitas profesi dan kerugian bagi pihak yang terlibat dalam transaksi hukum. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan kode etik yang ketat dalam praktik notaris sangat penting untuk menjaga profesionalisme, meningkatkan transparansi, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga notaris.</p> <p><em>This study examines the implementation of the principle of adherence to the notary profession's code of ethics in addressing conflicts of interest and its impact on public trust. As a public official, a notary is obligated to maintain independence and professionalism in performing their duties. Conflicts of interest arise when a notary is involved in situations that threaten their objectivity and neutrality, such as personal relationships or business engagements with parties involved in legal transactions. The Indonesian Notary Code of Ethics and Law No. 2 of 2014 on Notary Position emphasize the importance of notaries maintaining their integrity and independence. Adherence to this code of ethics is crucial not only to prevent conflicts of interest but also to uphold public trust in the notary profession. Non-compliance with the code of ethics can lead to negative impacts, such as a decline in the profession's credibility and harm to the parties involved in legal transactions. This study highlights that strict adherence to ethical codes in notarial practice is essential to maintaining professionalism, increasing transparency, and strengthening public trust in notary institutions.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/11138KAJIAN HUKUM TERHADAP KEGIATAN MONETISASI ILEGAL REUPLOAD KONTEN PADA YOUTUBE UNTUK KEUNTUNGAN PRIBADI DITINJAU DARI HUKUM BISNIS2025-05-24T09:19:07+00:00Wulan Windiartiwulanwindiarti@pelitabangsa.ac.idItsma Paramitaguest@jurnalhst.com<p>Dalam perkembangan teknologi yang pesat saat ini, banyak orang yang berkecimpung dalam dunia hiburan elektronik dan salah satunya adalah menjadi seorang content creator di Youtube. Namun, dalam praktiknya masih banyak orang yang menggunakan karya berhak cipta milik orang lain untuk konten videonya tanpa memiliki persetujuan atau lisensi dari pihak terkait. Penelitian ini berfokus pada sumber pustaka yang beredar dan hasilnya adalah setiap kegiatan yang menggunakan karya berhak cipta milik orang lain harus memiliki izin dari pencipta dan/atau pemegang hak cipta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, selain itu Youtube sendiri telah mengatur tentang Copyright Matching Tool atau alat pengecekan plagiarisme yang dimiliki oleh Youtube.</p> <p><em>In today's rapid technological developments, many people are involved in the world of electronic entertainment and one of them is being a content creator on Youtube. However, in practice there are still many people who use other people's copyrighted works for their video content without having the approval or license of the related parties. This research focuses on circulating literature sources and the result is that every activity that uses the copyrighted work of others must have permission from the creator and/or copyright holder in accordance with Law Number 28 of 2014, besides that Youtube itself has regulated the Copyright Matching Tool. or plagiarism checking tools owned by Youtube.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10525PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN OLEH NOTARIS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI KREDIT PERBANKAN MELALUI PEMALSUAN DOKUMEN SECARA BERULANG2025-05-02T05:52:05+00:00Deddi Wijayadeddiwijaya@yahoo.comLiana Tirta Anda Lusiaandalusia_cl@yahoo.co.idTetti Samosirtettisamosir@univpancasila.ac.id<p>Penelitian ini membahas peran notaris dalam penerbitan covernote yang digunakan dalam transaksi perbankan, terutama terkait dengan risiko penyalahgunaan wewenang yang dapat berujung pada tindak pidana korupsi. Covernote, meskipun sering dipakai dalam praktik perbankan sebagai dokumen pendukung, tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, sehingga menciptakan celah hukum yang rawan penyalahgunaan. Dalam praktiknya, covernote sering digunakan untuk memfasilitasi pencairan kredit meskipun dokumen hukum yang sah belum lengkap. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Pangkal Pinang Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2021/PN Pgp dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3801 K/Pid.Sus/2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekosongan hukum terkait covernote memungkinkan terjadinya manipulasi dokumen, kolusi, dan pemalsuan oleh notaris yang dapat merugikan pihak ketiga, seperti bank, serta berpotensi merusak integritas profesi notaris. Ditemukan bahwa tidak adanya ketentuan yang mengatur format, isi, dan masa berlaku covernote mempermudah penyalahgunaan dan manipulasi, yang dapat berujung pada tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, penting untuk mengimplementasikan regulasi yang tegas terkait covernote untuk memastikan kejelasan hukum, mencegah penyalahgunaan, dan menjaga kredibilitas profesi notaris.</p> <p><em>This research discusses the role of notaries in issuing covernotes used in banking transactions, especially in relation to the risk of abuse of authority which can lead to criminal acts of corruption. Covernotes, although often used in banking practice as supporting documents, do not have a clear legal basis in Indonesian laws and regulations, thus creating legal loopholes that are prone to abuse. In practice, covernotes are often used to facilitate credit disbursement even though valid legal documents are incomplete. This research uses a normative juridical method with a case study approach to the Pangkal Pinang District Court Decision Number 21/Pid.Sus-TPK/2021/PN Pgp and the Supreme Court Decision Number 3801 K/Pid.Sus/2022. The research results show that the legal vacuum regarding covernotes allows for document manipulation, collusion and forgery by notaries which can harm third parties, such as banks, and has the potential to damage the integrity of the notary profession. It was found that the absence of provisions governing the format, content and validity period of covernotes facilitates misuse and manipulation, which can lead to criminal acts of corruption. Therefore, it is important to implement strict regulations regarding covernotes to ensure legal clarity, prevent abuse, and maintain the credibility of the notary profession.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10949ANALISIS TUNTUTAN JAKSA TERKAIT HAK RESTITUSI KORBAN DALAM PERKARA TPPO DI PENGADILAN NEGERI KUPANG DAN MAUMERE PADA TAHUN 20242025-05-19T11:00:42+00:00Maria Fransiska Magdalena Malmaumariafransiskamagdalenamalmau@gmail.com<p>Restitusi didefinisikan sebagai salah satu bentuk ganti kerugian yang diberikan pelaku kejahatan, atau tindak pidana, atau pihak ketiga terhadap korban atau keluarganya. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah secara kritis penggunaan undang-undang oleh Jaksa (penuntut umum) demi memperoleh hak restitusi bagi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan bentuk perwujudan dari pengabulan hak restitusi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi putusan Perdagangan Orang pada Pengadilan Negeri Kupang dan Maumere selama tahun 2024, serta wawancara pihak yang bertanggungjawab pada lembaga penanganan korban di Kupang dan Maumere. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan metode Sosio Legal Studies. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan Undang-Undang yang mengatur tentang restitusi tidak menjamin pemenuhan dan perwujudan hak-hak korban. Hak restitusi masih cenderung diartikan sebatas pengembalian kerugian secara materiil, sehingga kerugian imateriil yang dialami oleh korban tidak diperhitungkan. Ditemukan pula bahwa korban memiliki keterbatasan pengatahuan tentang restitusi sehingga dalam putusan hak tersebut tidak wajib dimohonkan oleh korban. Kesulitan ditemukan pula oleh penuntut umum ketika membuat permohonan restitusi, karena aturan yang diberlakukan belum secara eksplisit mengatur tentang jenis dan bentuk hak restitusi yang harus diberikan pada korban oleh pelaku atau terdakwa.</p> <p><em>Restitution is defined as a form of compensation provided by the perpetrator of a crime, or criminal offense, or a third party to the victim or their family. This research was conducted to critically examine the use of the law by prosecutors to obtain the right of restitution for victims of Trafficking in Persons (TPPO), and the form of realization of the granting of the right of restitution. This research was conducted by studying Human Trafficking decisions at the Kupang and Maumere District Courts during 2024, as well as interviewing those responsible for victim handling institutions in Kupang and Maumere. The data obtained was analyzed qualitatively using the Socio Legal Studies method. The results of this study indicate that the availability of laws regulating restitution does not guarantee the fulfillment and realization of victims' rights. The right to restitution still tends to be interpreted as limited to the return of material losses, so that immaterial losses experienced by victims are not taken into account. It was also found that victims have limited knowledge about restitution so that in the decision the right is not mandatory requested by the victim. Difficulties were also found by the public prosecutor when making a request for restitution, because the applicable regulations have not explicitly regulated the types and forms of restitution rights that must be given to victims by the perpetrator or defendant.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10846MODIFIKASI TUJUAN PEMIDANAAN PADA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU PRESPEKTIF KEADILAN SOSIAL2025-05-16T04:34:32+00:00Kadrikadribima5@gmail.comSyamsuddinsyamsuddinbima59@gmail.comIlhamilhamangkra16@gmail.com<p>Reformasi hukum pidana di Indonesia ditandai dengan lahirnya KUHP baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Salah satu aspek penting dalam KUHP baru adalah perubahan tujuan pemidanaan yang tidak lagi bersifat retributif semata, melainkan mengarah pada pendekatan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji modifikasi tujuan pemidanaan dalam KUHP baru dalam perspektif keadilan sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUHP baru memberikan landasan hukum yang lebih manusiawi, berkeadilan, dan relevan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Tujuan pemidanaan kini diarahkan untuk pemulihan, pembelajaran, serta reintegrasi sosial pelaku kejahatan. Namun, implementasi pendekatan ini masih menghadapi tantangan struktural dan kultural, termasuk kesiapan aparat penegak hukum serta infrastruktur hukum. Oleh karena itu, keberhasilan reformasi ini sangat bergantung pada sinergi lintas sektor dan perubahan paradigma dalam sistem peradilan pidana.</p> <p><em>Criminal law reform in Indonesia is marked by the enactment of the new Criminal Code (KUHP) through Law Number 1 of 2023. One of its most significant aspects is the shift in the objectives of punishment, moving away from a purely retributive model toward corrective, restorative, and rehabilitative approaches. This study aims to examine the modification of penal objectives within the new KUHP from the perspective of social justice. The research employs a normative juridical method using statutory and conceptual approaches. The findings reveal that the new KUHP provides a more humane and socially just legal foundation, aligning with the socio-cultural realities of Indonesian society. Punishment is now oriented toward recovery, education, and the social reintegration of offenders. Nevertheless, the implementation of this approach still faces structural and cultural challenges, including the readiness of law enforcement and supporting legal infrastructure. Thus, the success of this reform largely depends on cross-sectoral synergy and a paradigm shift within the criminal justice system.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/11369ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL: PELINDUNGAN INVESTOR, HAK UNTUK MENGATUR, DAN KEDAULATAN NEGARA2025-05-30T07:15:21+00:00Anya Felita Disa Anurianya.felita@office.ui.ac.id<p>Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kritis terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal di Indonesia, dengan membandingkannya terhadap prinsip-prinsip dan dinamika hukum investasi internasional. Analisis ini secara khusus menggunakan kerangka pemikiran Prof. M. Sornarajah, seorang pakar hukum investasi internasional, khususnya dari perspektif negara berkembang. Artikel ini akan mengkaji sejauh mana UU Penanaman Modal mengakomodasi atau justru bertentangan dengan kritik dan gagasan Sornarajah mengenai kedaulatan negara, hak untuk mengatur (right to regulate), pelindungan investor, dan mekanisme penyelesaian investasi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan komparatif dan konseptual. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai posisi UU Penanaman Modal di Indonesia dalam lanskap hukum investasi secara global serta relevansinya dengan upaya negara berkembang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan menarik investasi asing dan pelindungan kepentingan nasional.</p> <p><em>This research aims to critically analyze Law No. 25/2007 on Investment in Indonesia, by comparing it to the principles and dynamics of international investment law. This analysis specifically uses the framework of Prof. M. Sornarajah, an expert on international investment law, particularly from the perspective of developing countries. This article will examine the extent to which the Investment Law accommodates or contradicts Sornarajah's criticisms and ideas regarding state sovereignty, the right to regulate, investor protection, and investment settlement mechanisms. The research method used is normative juridical with comparative and conceptual approaches. The results of the research are expected to provide a deeper understanding of the position of the Investment Law in Indonesia in the global investment law landscape and its relevance to developing countries' efforts to balance the need to attract foreign investment and protect national interests.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/10641TINJAUAN NORMATIF TERHADAP PEMUFAKATAN JAHAT SEBAGAI MODUS TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEPALA DAERAH2025-05-07T12:55:17+00:00Susantriharahapsusantri@gmail.comIndra Yudha Koswaraindra.koswara@fh.unsika.ac.idWahyu Donri Tinambunanwahyu.donri@fh.unsika.ac.idI Ketut Astawaketut.astawa@fh.unsika.ac.id<p>Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah menjadi tantangan serius dalam penegakan hukum di Indonesia karena menimbulkan kerugian negara dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap integritas pejabat publik. Salah satu modus yang sering digunakan adalah pemufakatan jahat, yakni kolaborasi antara kepala daerah dengan pihak lain untuk melakukan korupsi secara terencana dan sistematis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara normatif bagaimana ketentuan hukum positif di Indonesia mengatur dan menanggulangi tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan modus pemufakatan jahat oleh kepala daerah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, dengan menelaah peraturan perundang-undangan, dokrin hukum, serta putusan-putusan pengadilan yang relevan dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah. Hasil penelitian menunjukkan walaupun ketentuan hukum pidana dan undang-undang tindak pidana korupsi telah mengatur perihal pemukatan jahat, penerapannya dalam kasus yang melibatkan kepala daerah masih menghadapi kendala, termasuk dalam pembuktian dan penafsiran hukum. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan mekanisme penegakan hukum yang lebih efektif dan konsisten, serta peningkatan integritas aparat penegak hukum agar pemberantasan korupsi melalui pendekatan terhadap pemufakatan jahat dapat berjalan efektif.</p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakathttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/view/11207POLITIK HUKUM UNTUK MENINGKATKAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2023 TENTANG CIPTA KERJA2025-05-26T09:31:40+00:00Reformanda Plasthon Paruntungan Sihombingreformandaplasthonsihombing@gmail.com<p>Indonesia tengah berada di jalur menuju zaman keemasannya pada tahun 2045 dengan mengusung visi Indonesia Emas 2045, yang menargetkan untuk menjadi negara dengan pendapatan tinggi pada tahun 2040 serta mencatatkan diri dalam 5 besar negara dengan ekonomi teratas di dunia. Namun, ekonomi Indonesia tengah menghadapi dampak stagnasi ekonomi global yang nyata. International Monetary Fund (IMF) awalnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6% pada tahun 2022 (WEO, Oktober 2021), tetapi perkiraan ini telah direvisi secara signifikan ke bawah. Berdasarkan pengumpulan data dari Survei Bloomberg, laporan IMF (WEO, Oktober 2022), serta analisis oleh Bank Dunia dan Asian Development Bank menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kini diproyeksikan hanya berada di kisaran 5,1% hingga 5,3% pada tahun 2022, dan diperkirakan akan terus menurun hingga 4,8% pada tahun 2023. Pada saat yang sama, tekanan inflasi mulai terasa, dengan laju inflasi mendekati 6% secara tahunan pada akhir triwulan III tahun 2022, dibandingkan dengan sekitar 3% pada triwulan I di tahun yang sama. Ketidakpastian ekonomi global yang sangat tinggi, yang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor geopolitik, menimbulkan risiko terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dan dapat menyebabkan peningkatan inflasi. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan kebijakan dan langkah strategis Cipta Kerja yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait. Oleh karena itu, diperlukan penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja agar menjamin peluang pekerjaan yang luas bagi masyarakat Indonesia di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga hak untuk memperoleh kehidupan yang layak dapat terpenuhi.</p> <p><em>Indonesia is on the path to its golden age in 2045 with the vision of Indonesia Emas 2045, which aims to achieve high-income country status by 2040 and enter the top 5 economies in the world. However, Indonesia's economy is facing the impact of real global economic stagnation. The International Monetary Fund (IMF) initially forecast Indonesia's economic growth at around 6% in 2022 (WEO, October 2021), but this forecast has been revised significantly downward. Based on the Bloomberg Survey report, the IMF report (WEO, October 2022), the World Bank and the Asian Development Bank, Indonesia's economic growth is now projected to only be in the range of 5,1% to 5,3% in 2022, and is expected to continue to decline to 4,8% in 2023. At the same time, inflationary pressures are starting to be felt, with the inflation rate approaching 6% on an annualized basis by the end of the third quarter of 2022, compared to around 3% in the first quarter of the same year. High global economic uncertainty, largely influenced by geopolitical factors, poses risks to Indonesia's economic growth prospects and could lead to an increase in inflation. To overcome this, Job Creation (Cipta Kerja) policies and strategic steps involving all relevant stakeholders are needed. Therefore, it is necessary to formulate and stipulate a Government Regulation in Lieu of Law on Job Creation (Perpu Cipta Kerja) to guarantee the widest possible employment opportunities for the Indonesian population throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia, so that the right to a decent life can be fulfilled.</em></p>2025-05-30T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakat