PERMASALAHAN ISU PENYEBARAN BERITA PALSU (HOAX) DAN PENIPUAN ONLINE MELALUI MEDIA SOSIAL

Penulis

  • Marwiyah Universitas Terbuka
  • Yeni  Fitri Universitas Terbuka

Kata Kunci:

Media sosial, Hoax, Penipuan online

Abstrak

Dewasa ini, media sosial tidak hanya sekadar menjadi pelengkap, melainkan telah menjadi suatu kebutuhan esensial bagi individu di berbagai penjuru dunia. Berlimpahnya informasi dan beragamnya fungsi yang ditawarkan oleh media sosial menjadikannya elemen yang mendasar dalam menyikapi arus globalisasi yang tengah berlangsung saat ini. Namun beberapa tahun belakangan fungsi tersebut bertambah menjadi media penyampaian opini, bahkan sarana menghasut dan mengujarkan kebencian. media sosial lama-kelamaan menjadi tempat “berseliweran” informasi-informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, atau yang lazim dikenal dengan hoaks. Bukan hanya sebatas penyebaran berita palsu atau hoaks, sering kali pengguna media sosial menjadi sasaran tipu daya daring yang dilakukan oleh individu dengan niat merampas harta korban. Penyebaran berita palsu diatur oleh KUHP, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1956 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan yang terakhir Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang disahkan pada 21 April 2008. Penipuan daring dianggap sebagai tindak pidana serupa dengan penipuan konvensional yang diatur baik dalam KUHP yang masih berlaku saat artikel ini ditulis, maupun dalam RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR, dan akan mulai berlaku pada tahun 2025 mendatang. Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo, terdapat 1.730 konten penipuan online yang tercatat selama periode Agustus 2018 hingga 16 Februari 2023. Kerugian akibat penipuan online di Indonesia mencapai Rp 18,7 triliun selama rentang waktu 2017 hingga 2021. 

Nowadays, social media is not just a complement, but has become an essential need for individuals in various corners of the world. The abundance of information and various functions offered by social media make it a fundamental element in responding to the current current of globalization. However, in recent years this function has increased to become a medium for conveying opinions, even a means of inciting and expressing hatred. Over time, social media has become a place for "flying around" information whose truth cannot be justified, or what is commonly known as hoaxes. It's not just limited to spreading fake news or hoaxes, social media users often become targets of online deception carried out by individuals with the intention of confiscating the victim's property. The spread of fake news is regulated by the Criminal Code, Law Number 1 of 1956 concerning Criminal Law Regulations, and most recently Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE) which was passed on April 21 2008. Online fraud is considered a criminal offense similar to conventional fraud which is regulated both in the Criminal Code which was still in effect when this article was written, and in the 2022 RKUHP which has received joint approval between the President and the DPR, and will come into force in 2025. According to records from the Ministry of Communication and Information or Kominfo, there was 1,730 online fraudulent content recorded during the period August 2018 to 16 February 2023. Losses due to online fraud in Indonesia reached IDR 18.7 trillion during the period 2017 to 2021.

Unduhan

Diterbitkan

2024-06-30