KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DESA dalam MEGATASI KERISIS AIR BERSIH di DESA PEYARING KECEMATAN MOYO UTARA

Penulis

  • Loya Lani Gesi Raka Siwi Universitas Teknologi Sumbawa

Kata Kunci:

Kebijakan Desa, Krisis Air Bersih, Desa Peyaring, Pemerintahan Desa, Moyo Utara, Partisipasi Masyarakat, Infrastruktur Air, Pengelolaan Sumber Daya Air

Abstrak

Dasar yang sangat vital dan tidak tergantikan bagi kehidupan manusia. Air bersih tidak hanya dibutuhkan untuk konsumsi, tetapi juga untuk menjaga kebersihan, mendukung kegiatan rumah tangga, serta menjamin kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Namun, kenyataannya, tidak semua daerah memiliki akses yang memadai terhadap air bersih. Salah satu wilayah yang menghadapi permasalahan serius adalah Desa Peyaring di Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa. Desa ini mengalami krisis air bersih yang berlangsung cukup lama dan berdampak luas pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat. Permasalahan ini semakin kompleks karena keterbatasan sumber daya alam, kurangnya infrastruktur, dan tidak meratanya distribusi air bersih di seluruh wilayah desa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah desa dalam mengatasi krisis air bersih serta menilai efektivitas implementasi kebijakan tersebut. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam dengan aparatur desa dan masyarakat, observasi langsung di lapangan, serta studi dokumentasi terhadap berbagai peraturan dan program terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Desa Peyaring telah menerapkan sejumlah kebijakan strategis, antara lain pembangunan jaringan pipa dan bak penampungan, pemanfaatan Dana Desa untuk pengadaan sarana air bersih, pengadaan tandon darurat saat musim kemarau, serta menjalin kerja sama dengan instansi terkait seperti BPBD, Dinas PUPR, dan LSM lokal. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut masih menghadapi berbagai kendala. Di antaranya adalah keterbatasan anggaran, kerusakan fasilitas akibat bencana atau usia pemakaian, lemahnya koordinasi antar-stakeholder, serta rendahnya kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga dan mengelola fasilitas air bersih. Selain itu, belum adanya regulasi desa yang mengatur secara jelas mengenai pengelolaan sumber daya air menjadi hambatan dalam menjamin keberlanjutan program. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan kapasitas kelembagaan desa, peningkatan sinergi dengan lembaga eksternal, serta edukasi berkelanjutan kepada masyarakat agar tercipta sistem pengelolaan air bersih yang adil, partisipatif, dan berkelanjutan di masa depan.

Unduhan

Diterbitkan

2025-07-30