CERAI GUGAT ISTRI KEPADA SUAMI GHAIB DI PENGADILAN AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Penulis

  • Abdul mudzi Syarif Hidayatulloh UIN banten
  • Sayehu UIN banten

Kata Kunci:

Perceraian, cerai gugat, dan suami ghaib

Abstrak

Hukum pengajuan cerai gugat ghaib ke pengadilan agama sesuai dengan pasal 20 peraturan
pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 gugatan perceraian diajukan oleh suami istri kuasanya kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Tetapi setelah lahirnya
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama disebutkan dalam pasal 73 bahwa
gugatan diajukan ke peradilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat
istri, kecauali apabila penggugat meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin bersama.
Perceraian yang disebabkan baik karena alasan suami yang mafqud maupun ghaib harus diajukan ke
pengadilan. Sehingga seorang Perempuan tidak dimungkinkan untuk menikah lagi dengan laki-laki lain
sementara ia masih terikat perkawinan dengan suami yang telah meninggalkannya. Status ataupun
mafqud suami yang bisa menjadi alasan putusnya hubungan pernikahan antara mereka hanya dapat
diputuskan dan ditetapkan dipengadilan. Apabila suami ghaib yang telah dengan kurun waktu yang
lama dan kemudian dia datang Kembali dan ingin Kembali kepada istrinya maka itu tidak
diperbolehkan. Karena seorang istri telah melakukan cerai gugat kepada suaminya melalui pengadilan
agama, dan telah diputuskan dengan putusan perstek dan dibuktikan dengan adanya akta cerai.

Unduhan

Diterbitkan

2024-07-31