STUDI KASUS AGUS BUNTUNG DALAM TINJAU FIQH JINAYAH KONTEMPORER DAN RELEVANSINYA DENGAN MAQASHID AL-SYARI’AH
Kata Kunci:
Fikih Jinayah, Maqashid Al-Syari’ah, Hukum Islam KontemporerAbstrak
Penelitian ini mengkaji kasus Agus Buntung dalam perspektif fiqh jinayah kontemporer dan relevansinya dengan Maqashid al-Syari'ah. Analisis difokuskan pada pemahaman kompleksitas pelanggaran hukum yang melibatkan kekerasan fisik, manipulasi psikologis, dan eksploitasi sosial. Tindakan Agus Buntung dikategorikan sebagai jarimah mufakhkha, yaitu kejahatan berat yang melanggar hak asasi manusia mendasar, seperti perlindungan jiwa (hifz al-nafs) dan kehormatan (hifz al-‘ird). Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Indonesia menunjukkan keselarasan hukum positif dengan prinsip Maqashid al-Syari'ah. Edukasi publik, perlindungan kelompok rentan, dan pemberdayaan korban ditekankan sebagai langkah penting untuk memulihkan keseimbangan sosial sesuai nilai-nilai Islam. Penelitian ini juga mengungkapkan adanya inkonsistensi dalam narasi korban, yang menimbulkan pertanyaan tentang kesalahan terdakwa, mengingat keterbatasan fisiknya dan kontradiksi dalam kesaksian. Pendekatan holistik yang mengintegrasikan hukum positif dan fiqh jinayah sangat diperlukan untuk memberikan keadilan yang mampu menangani kompleksitas kasus kekerasan seksual sekaligus memenuhi tujuan syariat Islam.
This study examines the case of Agus Buntung through the lens of contemporary fiqh jinayah and its relevance to Maqashid al-Syari'ah. The analysis focuses on understanding the complexities of legal violations involving physical violence, psychological manipulation, and social exploitation. Agus Buntung’s actions are categorized as jarimah mufakhkha, a severe crime violating fundamental human rights such as the protection of life (hifz al-nafs) and honor (hifz al-‘ird). The application of Indonesia's Sexual Violence Crime Act (UU TPKS) highlights the alignment of positive law with the principles of Maqashid al-Syari'ah. Public education, protection of vulnerable groups, and victim empowerment are emphasized as crucial steps to restoring social balance in accordance with Islamic values.This study also reveals inconsistencies in the victim’s narrative, raising questions about the defendant's culpability, given his physical disability and the contradictions in the testimony. A holistic approach integrating positive law and fiqh jinayah is essential to provide justice that addresses the complexities of sexual violence cases while upholding the objectives of Islamic law.