https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/issue/feedJurnal Kajian Agama Islam2025-06-29T16:30:04+00:00Open Journal Systemshttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11511KONSEP MODEL INKUIRI DAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN2025-06-03T03:51:01+00:00Yarhami Fadillahyarhamifadillah24@gmail.comYesi Ulandariyesiwulandari0201@gmail.comHidayani Syamhidayanisyam@uinbukittinggi.ac.id<p>Jurnal ini membahas dua model pembelajaran inovatif, yaitu model inkuiri dan discovery learning, dalam konteks pendidikan agama Islam. Model inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan keterlibatan aktif siswa dalam proses penyelidikan, analisis, dan pemecahan masalah secara sistematis, kritis, dan logis. Siswa didorong untuk menemukan pengetahuan melalui pengalaman langsung, kolaborasi, dan bimbingan guru yang bersifat fasilitatif. Sementara itu, discovery learning adalah model pembelajaran yang menuntut siswa untuk secara aktif mengorganisasi dan menemukan sendiri konsep-konsep pembelajaran tanpa disajikan secara final oleh guru. Model ini bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan mandiri siswa. Jurnal ini menguraikan hakikat, ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan, serta langkah-langkah implementasi kedua model tersebut. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan model inkuiri dan discovery learning dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas, dan hasil belajar siswa, meskipun membutuhkan persiapan dan keterampilan guru yang memadai dalam mengelola proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.</p> <p><em>This paper examines the application of the Inquiry and Discovery Learning models in Islamic Religious Education. The inquiry model is a learning approach that emphasizes students’ active involvement in systematic, critical, logical, and analytical investigation and problem-solving. It encourages students to discover knowledge through direct experience, collaboration, and guided facilitation by the teacher. Discovery learning, on the other hand, requires students to actively organize and find learning concepts independently, without being presented with finalized material by the teacher. Both models aim to develop critical thinking, creativity, and student independence. The discussion includes the essence, characteristics, advantages and disadvantages, and implementation steps of both models. The findings indicate that the use of inquiry and discovery learning models can enhance student engagement, creativity, and learning outcomes, though they require adequate teacher preparation and classroom management skills.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/12274TAFSIR BI AL-RA’YI ANTARA KEBEBASAN DAN BATASAN TINJAUAN DARI PERSPEKTIF USHUL AL-TAFSIR2025-06-19T05:04:11+00:00Delima Anjelydelimaanjely78@gmail.comNur Ainanurainalubis54@gmail.comAnisah Siregaranisahsiregar950@gmail.comNazwa Hairaninazwahairani28@gmail.comAnwar Sidiksidikanwarzinope@gmail.com<p>Tafsir bi al-ra’yi adalah metode penafsiran Al-Qur’an yang mengandalkan penalaran independen (ijtihad) untuk memahami makna ayat-ayat suci, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Islam. Metode ini telah menjadi bagian penting dalam tradisi intelektual Islam sejak masa awal, meskipun penggunaannya sering menjadi perdebatan karena potensi subjektivitasnya. Dalam era modern tafsir ini mengalami kebangkitan kembali seiring dengan kebutuhan mufassir untuk menjawab isu-isu kontemporer yang tidak secara eksplisit dibahas dalam Al-Qur’an. Para mufasir modern seperti Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, dan Amina Wadud menggunakan metode ini untuk menafsirkan ayat-ayat terkait keadilan sosial, kesetaraan gender, dan kemajuan ilmiah,Penelitian menunjukkan bahwa tafsir bi al-ra’yi memberikan fleksibilitas dalam mengaitkan pesan Al-Qur’an dengan konteks sosial dan intelektual masa kini, tanpa mengorbankan nilai-nilai inti Islam Meskipun demikian, terdapat kekhawatiran bahwa penggunaan tafsir bi al-ra’yi yang tidak hati-hati dapat mengarah pada interpretasi yang menyimpang dari ajaran Islam yang otentik. Oleh karena itu, penting bagi para mufasir untuk memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu tafsir dan prinsip-prinsip Islam agar dapat menerapkan metode ini secara bertanggung jawab. Studi ini menyimpulkan bahwa, ketika digunakan dengan tepat, tafsir bi al-ra’yi dapat menjadi jembatan antara ajaran Islam klasik dan realitas modern, menjadikan Al-Qur’an lebih relevan dan dapat diakses oleh masyarakat kontemporer Penelitian menunjukkan bahwa tafsir bi al-ra’yi memberikan fleksibilitas dalam mengaitkan pesan Al-Qur’an dengan konteks sosial dan intelektual masa kini, tanpa mengorbankan nilai-nilai inti Islam Studi ini menyimpulkan bahwa, ketika digunakan dengan tepat, tafsir bi al-ra’yi dapat menjadi jembatan antara ajaran Islam klasik dan realitas modern.</p> <p><em>Tafsir bi al-ra’yi is a method of interpreting the Qur’an that relies on independent reasoning (ijtihad) to understand the meanings of its verses, while adhering to the fundamental principles of Islam. This approach has been an integral part of Islamic intellectual tradition since its early development, although its application has often been debated due to the potential for subjectivity, In the modern era, tafsir bi al-ra’yi has experienced a resurgence, driven by the need for interpreters to address contemporary issues not explicitly covered in the Qur’an. Modern exegetes such as Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, and Amina Wadud have employed this method to interpret verses related to social justice, gender equality, and scientific progress. Research indicates that tafsir bi al-ra’yi offers flexibility in connecting the Qur’an’s message with current social and intellectual contexts, without compromising the core values of Islam. However, there are concerns that careless use of tafsir bi al-ra’yi may lead to interpretations that deviate from authentic Islamic teachings. Therefore, it is crucial for interpreters to possess a deep understanding of the science of exegesis and Islamic principles to apply this method responsibly, The study concludes that, when used appropriately, tafsir bi al-ra’yi can serve as a bridge between classical Islamic teachings and modern realities, making the Qur’an more relevant and accessible to contemporary society.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11397PENGARUH MEDIA TEKNOLOGI TERHADAP HASIL BELAJAR BACA TULIS QURAN ( BTQ ) SISWA KELAS VII SMPIT NURUL ILMI2025-05-31T06:00:17+00:00Reza Putra Widiatmikomikoeja40@gmail.comRival Ludin Lestaririvalludinl@gmail.comSarah Julia Nabilahsarahjulianabilah11@gmail.comShela Puspitasarishelapuspitasari215@gmail.comWardatul Jannahwardatulzanah26@gmail.comKhalid Ramdhanikhalid.ramdhani@fai.unsika.ac.id<p>Kemajuan teknologi telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media teknologi terhadap hasil belajar Baca Tulis Quran (BTQ) siswa kelas VII SMPIT Nurul Ilmi. Latar belakang penelitian ini didasari oleh masih dominannya metode konvensional dalam pembelajaran BTQ yang kurang sesuai dengan karakteristik siswa era digital. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain Pretest-Posttest Control Group. Kelas eksperimen menggunakan media Power Point dan Quizizz, sedangkan kelas kontrol menggunakan metode ceramah. Hasil analisis data menunjukkan peningkatan hasil belajar yang lebih tinggi pada kelas yang menggunakan media teknologi. Temuan ini menunjukkan bahwa pemanfaatan media digital dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran BTQ. Oleh karena itu, integrasi teknologi dalam pembelajaran BTQ direkomendasikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama.</p> <p><em>Technological advances have affected various aspects of life, including education. This study aims to determine the effect of using technology media on the learning outcomes of Reading and Writing Qur’an (BTQ) of seventh-grade students of SMPIT Nurul Ilmi. The background of this study is based on the dominance of conventional methods in BTQ learning which is not in accordance with the characteristics of digital era students. The study used a quantitative approach with a Pretest-Posttest Control Group design. The experimental class used Power Point and Quizizz media, while the control class used the lecture method. The results of data analysis showed a higher increase in learning outcomes in classes that used technological media. This finding shows that the utilization of digital media can increase the effectiveness of BTQ learning. Therefore, the integration of technology in BTQ learning is recommended to improve the quality of religious education.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11646PENERAPAN KAIDAH TAFSIR DALAM MENYELESAIKAN TA’ARUDH (KONTRADIKSI LAHIRIYAH) AYAT-AYAT AL-QUR’AN2025-06-05T11:52:39+00:00Reza Zaki Darmawanrezazaki9@gmail.comFauziah Ramadhanifauziahramadhani550@gmail.comAli Akbarali.akbar@uin-suska.ac.idHidayatullah Ismailhidayatullah.ismail@uin-suska.ac.id<p>Al-Qur’an diyakini umat Islam sebagai kitab suci yang sempurna dan bebas dari segala bentuk kontradiksi. Namun, dalam praktik penafsiran sering kali ditemukan ayat-ayat yang tampak bertentangan secara lahiriyah, yang dikenal dalam kajian ulum al-Qur’an sebagai ta‘arudh. Fenomena ini bukan menunjukkan kekurangan pada teks wahyu, melainkan menandakan perlunya pendekatan metodologis dalam memahami ayat-ayat tersebut. Penelitian ini bertujuan mengkaji kaidah-kaidah utama dalam ilmu tafsir yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan ta‘arudh, seperti al-jam‘u wa al-taufiq, tarjih, naskh, takhshish, serta pendekatan kontekstual melalui asbābun nuzūl. Dengan menggunakan metode kualitatif berbasis studi kepustakaan, data dianalisis secara deskriptif-analitis. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan kaidah-kaidah tersebut memungkinkan terbangunnya pemahaman integratif dan harmonis terhadap ayat-ayat al-Qur’an, serta memperkuat otoritas dan relevansi teks wahyu dalam menjawab dinamika zaman.</p> <p><em>The Qur'an is believed by Muslims to be a perfect and contradiction-free divine revelation. However, in interpretive practice, verses that appear to contradict one another on the surface—referred to in </em><em>ʿ</em><em>Ulūm al-Qur’ān as ta</em><em>ʿ</em><em>āru</em><em>ḍ</em><em>—are frequently encountered. This phenomenon does not imply a flaw in the sacred text, but rather highlights the need for a methodological approach in understanding it. This study aims to examine key exegetical principles used to address the issue of ta</em><em>ʿ</em><em>āru</em><em>ḍ</em><em>, such as al-jam</em><em>ʿ</em><em> wa al-tawfīq (harmonization), tarjī</em><em>ḥ</em><em> (preference), naskh (abrogation), takh</em><em>ṣ</em><em>ī</em><em>ṣ</em><em> (specification), and contextual analysis through asbāb al-nuzūl (occasions of revelation). Using a qualitative method based on library research, the data were analyzed descriptively and analytically. The findings show that these exegetical tools enable an integrative and harmonious understanding of Qur'anic verses, while reinforcing the authority and relevance of the Qur’an in addressing contemporary challenges.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11502KONSEP EPISTIMOLOGI ISLAMISASI ILMU PERSPEKTF NUQAIB AL-ATTAS DAN RELEVANSINYA DENGAN SISTEM PENDDIKAN NASIONAL2025-06-02T13:03:27+00:00Yarhami Fadillahyarhamifadillah24@gmail.comWedra Aprisonwedra.aprison@iainbukittinggi.ac.id<p>Al-Attas menyadari bahwa kehadiran ilmu pengetahuan Barat modern-sekular merupakan tantangan yang paling besar bagi kaum Muslimin. Dalam pandangannya, peradaban Barat modern telah membuat ilmu menjadi problematis. Selain telah salah memahami makna ilmu, peradaban Barat juga telah menghilangkan maksud dan tujuan ilmu. Sekalipun peradaban Barat modern juga menghasilakan ilmu yang bermanfaat, namun peradaban tersebut juga telah menyebabkan kerusakan dalam kehidupan manusia. Upaya yang dilakukan al-Attas merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dilakukan al-Ghazali dalam konsep “ihya ulum ad-diin” yang memulihkan kembali nilai adab, dan al-Attas mengemukakannya kembali konsep tersebut pada zaman yang sudah modern ini. Upaya yang dilakukan adalah upaya penanaman nilai-nilai Islam dengan ta‟dib. Indikasi sederhananya berusaha bertindak dan bertingkah laku secara Islami.Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode library research. Adapun hasil penelitian ini bahwa Syed Naquib mengemukakan konsep pendidikan Islam dengan istilah at-Ta’dib (adab).</p> <p><em>Al-Attas realized that the presence of modern-secular Western science was the greatest challenge for Muslims. In his view, modern Western civilization has made science problematic. Besides having misunderstood the meaning of science, Western civilization has also eliminated the purpose and purpose of science. Although modern Western civilization also produces useful knowledge, it has also caused damage to human life. The efforts made by al-Attas are a continuation of the efforts made by al-Ghazali in the concept of "ihya ulum ad-din" which restores the value of adab, and al-Attas restates this concept in this modern era. The effort made was an effort to instill Islamic values with ta'dib. The simple indication is trying to act and behave in an Islamic manner. The method used in this research is the library research method. The results of this study are thatSyed Naquib statedthe concept of Islamic education with the term at-Ta'dib.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11800KONSEP DASAR KURIKULUM : KEDUDUKAN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN DAN JENIS-JENIS KURIKULUM2025-06-10T11:20:57+00:00Ahmad Junaedi Sitikaachmad.junaedi@staff.unsika.ac.idNabila Khoirunnisanabilakhoirunnisa240405@gmail.comRasyah Rizqilahrasyahrizqilah06@gmail.comRatna Dzilla Pebrianiratnadzillapebriani@gmail.com<p>Tujuan dari metodis pendidikan ini adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Penilitian ini berfokus pada pemahaman tentang hakikat dan posisi kurikulum dalam pendidikan agama islam. Dengan menelaah peran, fungsi, dan tujuan yang dimilikinya. Berdasrkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kurikulum memegang peranan penting sebagai faktor utama dalam sistem pendidikan agama islam untuk mencapai tujuan pembelajarann dan pendidikan. Beberapa komponen dalam kurikulum meliputi topik, metode pengajaran, dan evaluasi yang dirancang untuk membantu siswa mencapai target pembelajaran mereka.Dalam meracang kurikulum penting untuk mengintegrasikan standar pendidikan nasional dan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa masyarakat,dan dunia kerja. Pemahaman yang mendalam tentang berbagai macam kurikulum yang menitiberatkan pada kurikulum yang telah tersedia sangat diperlukan.</p> <p><em>The purpose of this educational methodology is the approach used in this study is a lit-erature study. This study focuses on understanding the nature and position of the cur-riculum in Islamic religious education. By examining the roles, functions, and objec-tives it has. Based on this study, it can be concluded that the curriculum plays an im-portant role as the main factor in the Islamic religious education system to achieve learning and educational goals. Several components in the curriculum include topics, teaching methods, and evaluations that are designed to help students achieve their learning targets. In designing the curricu-lum, it is important to integrate national education standards and adapt to the needs of students, society, and the world of work. A deep understanding of the various curricula that emphasize the available curriculum is very necessary.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11566IMPLIKASI TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM MENANGANI PROBLEMATIKA DISIPLIN DAN PERILAKU SISWA DI ERA DIGITAL2025-06-04T04:51:42+00:00Febi Febriandafebifebrianda02@gmail.comAmeliaameliacomel42@gmail.comLinda Yarnilindayarni1978@gmail.com<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara konseptual bagaimana teori belajar behavioristik dapat diterapkan dalam konteks pendidikan modern sebagai solusi terhadap permasalahan kedisiplinan dan perilaku siswa, khususnya di era digital. Fokus penelitian diarahkan pada pemahaman prinsip-prinsip dasar behaviorisme serta relevansinya dalam membina karakter dan kedisiplinan siswa yang saat ini terpengaruh oleh berbagai pengaruh negatif dari perkembangan teknologi. Latar belakang penelitian ini berangkat dari fenomena maraknya perilaku menyimpang, kurangnya kedisiplinan, dan lemahnya tanggung jawab di kalangan siswa, yang sebagian besar dipicu oleh ketergantungan terhadap teknologi digital seperti media sosial, game daring, serta akses informasi yang tidak terfilter. Era digital membawa berbagai kemudahan sekaligus tantangan dalam dunia pendidikan, salah satunya dalam membentuk perilaku dan karakter peserta didik. Kondisi ini menuntut pendekatan pendidikan yang tepat sasaran, sistematis, dan memiliki dasar teori yang kuat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan (library research). Data dikumpulkan melalui kajian terhadap berbagai sumber pustaka, seperti buku teks, jurnal ilmiah, artikel penelitian, dan literatur akademik yang relevan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi, yaitu dengan menelaah isi literatur untuk menemukan tema-tema pokok dan argumentasi konseptual terkait penerapan behaviorisme dalam pendidikan. Hasil kajian menunjukkan bahwa teori behavioristik dengan prinsip penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) dapat menjadi salah satu pendekatan efektif untuk membentuk perilaku siswa yang disiplin dan bertanggung jawab. Melalui stimulus dan respons yang tepat, pendidik mampu membentuk kebiasaan belajar yang positif dan menekan perilaku menyimpang. Namun, keberhasilan penerapan behaviorisme juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam memahami konteks digital yang memengaruhi perilaku siswa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teori belajar behavioristik tetap relevan dalam mengatasi tantangan perilaku siswa di era digital, jika diterapkan secara kontekstual, bijak, dan disesuaikan dengan karakteristik peserta didik masa kini.</p> <p><em>This study aims to conceptually examine how behaviorist learning theory can be applied in modern educational contexts as a solution to issues of student discipline and behavior, particularly in the digital era. The research focuses on understanding the fundamental principles of behaviorism and its relevance in shaping student character and discipline, which are increasingly influenced by various negative effects of technological development. The background of this research stems from the growing phenomenon of deviant behavior, lack of discipline, and weakened sense of responsibility among students-issues largely triggered by digital dependencies such as social media, online gaming, and unfiltered access to information. The digital era offers convenience while also presenting challenges in education, especially in guiding student behavior and character development. These conditions demand an educational approach that is targeted, systematic, and grounded in solid theoretical foundations. This research employs a qualitative approach using a library research method. Data were collected through a review of various sources such as textbooks, scholarly journals, research articles, and relevant academic literature. The analytical technique used is content analysis, by which the researcher examines the substance of the literature to identify key themes and conceptual arguments related to the application of behaviorism in education. The findings show that behaviorist theory, with its principles of reinforcement and punishment, can serve as an effective approach for shaping student behavior toward greater discipline and responsibility. Through appropriate stimulus and response mechanisms, educators can foster positive learning habits and reduce deviant behavior. However, the successful implementation of behaviorism also depends on the teacher’s ability to understand the digital context that influences student behavior. This study concludes that behaviorist learning theory remains relevant in addressing student behavioral challenges in the digital age, provided it is applied contextually, wisely, and in accordance with the characteristics of today’s learners.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11474PEMBUNGKAMAN MEDIA SOSIAL OLEH REZIM PEMERINTAH: DALAM PERSPEKTIF HADITS2025-06-02T06:34:15+00:00Izar Muttaqin241370012.izarmutaqin@uinbanten.ac.idAisyah Nur Hasna241370010.aisyahnur@uinbanten.ac.idJullyandra Eka Putra241370017.jullyandra@uinbanten.ac.idAndi Rosaandi.rosa@uinbanten.ac.id<p>Penelitian ini menganalisis praktik pembungkaman media sosial oleh rezim pemerintah dalam konteks otoritarianisme digital, dengan menyoroti ketegangan antara kontrol kekuasaan dan kebebasan berekspresi. Media sosial yang semestinya menjadi ruang publik terbuka untuk menyampaikan pendapat justru dibatasi melalui pemblokiran platform, penyensoran konten, dan kriminalisasi warganet. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka yang mengkaji literatur akademik, jurnal ilmiah, serta hadis Nabi Muhammad SAW. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan represif negara terhadap ruang digital tidak hanya melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai etika Islam, seperti kejujuran, keadilan, dan amanah. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada integrasi perspektif etika Islam berbasis hadis dalam analisis komunikasi politik digital. Studi ini merekomendasikan pentingnya kebijakan digital yang transparan dan partisipatif, serta perlunya literasi digital yang menanamkan kesadaran etis kepada masyarakat. Dengan demikian, ruang digital dapat menjadi media dialog yang sehat, bukan alat pembungkaman kekuasaan.</p> <p><em>This study examines the practice of social media silencing by government regimes in the context of digital authoritarianism, focusing on the tension between state control and freedom of expression. Social media, ideally functioning as an open space for public discourse, is often restricted through platform blocking, content censorship, and user criminalization. Employing a qualitative method with literature review, this research analyzes academic sources, scholarly journals, and the hadiths of Prophet Muhammad (PBUH). The findings reveal that such repressive actions not only violate democratic values and human rights but also conflict with core Islamic ethical principles, such as honesty, justice, and trustworthiness. The novelty of this study lies in its integration of Islamic ethical perspectives based on prophetic traditions into the discourse of digital political communication. It recommends the development of transparent, inclusive digital policies and ethical digital literacy for the public. Hence, digital spaces should serve as arenas for constructive dialogue rather than tools of state repression.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11715PENINGKATAN MINAT PEMBELAJARAN MATA KULIAH PSIKOLOGI MAHASISWA BPI UINSU MEDAN2025-06-08T08:07:45+00:00Atikah Asnaatikahasna@uinsu.ac.idTigor Maulana Samosir tigormaulanasamosir49@gmail.com<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan minat belajar mahasiswa terhadap mata kuliah Psikologi di Program Studi BPI UINSU Medan. Penelitian ini menggunakan metode mixed methods, dengan teknik pengumpulan data berupa angket dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat belajar dipengaruhi oleh gaya mengajar dosen, media pembelajaran, serta pengalaman pribadi mahasiswa selama perkuliahan. Peningkatan minat belajar dapat dilakukan melalui pendekatan pengajaran yang interaktif dan relevan dengan kehidupan mahasiswa.</p> <p><em>This study aims to determine the increase in students' interest in learning Psychology courses in the BPI UINSU Medan Study Program. This study uses a mixed methods method, with data collection techniques in the form of questionnaires and interviews. The results of the study indicate that interest in learning is influenced by the teaching style of lecturers, learning media, and students' personal experiences during lectures. increasing interest in learning can be done through an interactive teaching approach that is relevant to students' lives.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11550PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEDISIPLINAN BERIBADAH MAHASISWA MUSLIM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN2025-06-03T12:16:30+00:00Cindy Andrianic.andriani120105@gmail.comSyaqinah Ujungsyaqinahujung@mhs.unimed.ac.idErdiana Br Manikerdianabrmanik@gmail.comTria Indah Syaharani Lubis triaindahsyaharani@gmail.comHapni Laila Siregarhapnilaila@unimed.ac.id<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan keluarga terhadap kedisiplinan beribadah mahasiswa Muslim Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode regresi linear sederhana. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan uji validitas, reliabilitas, normalitas, linearitas, regresi, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap kedisiplinan beribadah mahasiswa. Koefisien regresi sebesar 0,589 menunjukkan hubungan positif antara variabel. Koefisien determinasi sebesar 0,287 mengindikasikan bahwa 28,7% variasi dalam kedisiplinan beribadah dapat dijelaskan oleh lingkungan keluarga. Temuan ini memperkuat pentingnya peran keluarga dalam pembentukan sikap religius mahasiswa.</p> <p><em>This study aims to determine the influence of the family environment on the discipline of worship among Muslim students of the Faculty of Economics at the State University of Medan. The research approach is quantitative with a simple linear regression method. Data were obtained through questionnaires and analyzed using validity, reliability, normality, linearity, regression, and determination coefficient tests. The results show that the family environment significantly influences worship discipline. A regression coefficient of 0.589 indicates a positive relationship between the variables. The determination coefficient of 0.287 indicates that 28.7% of the variation in worship discipline can be explained by the family environment. These findings reinforce the importance of family roles in shaping students' religious attitudes.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11448KARAKTERISTIK PASANGAN IDEAL DAN WAKTU YANG TEPAT UNTUK MENIKAH2025-06-01T06:22:49+00:00Jumni Nelli jumni.nelli@uin-suska.ac.idHaryati Astutiharyatiastuti@gmail.comSharifah Ayeshasyarifaayesha@gmail.comAndin Nur Aulianurauliaa1912@gmail.comRizki Revaldoriskyrevaldo324@gmail.com<p>Pembahasan tentang karakter seseorang dan pemilihan waktu yang tepat merupakan hal yang penting, terlebih untuk membangun rumah tangga harmonis, faktor pemicu utama tingginya angka perceraian di Indonesia terjadi karena kesalahan dalam pemilihan pasangan dan ketidak tepatan waktu untuk menikah. Penelitian ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat, khususnya umat Muslim yang berencana atau sudah menikah, agar memahami karakter dari suami ataupun istri. Pemahaman ini diharapkan dapat mewujudkan keluarga bahagia dan melindungi keluarga Muslim dari risiko perceraian. Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) kemudian sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan Teknik pengumpulan data melakukan identifikasi wacana dari buku, jurnal, skripsi, web (internet) ataupun informasi lainnya yang berkaitan.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11702TAFSIR INTERTEKSTUAL PERNIKAHAN ZAINAB BINTI JAHSY: SINERGI TRADISI DAN MODERNITAS DALAM MEMAHAMI WAHYU2025-06-08T04:28:28+00:00Reza Zaki Darmawanrezazaki9@gmail.comFauziah Ramadhanifauziahramadhani550@gmail.comKhairunnas Jamalkhairunnas.jamal@uin-suska.ac.idLukmanul Hakimman89th@uin-suska.ac.idMochammad Novendri Smochammadnovendrispt@gmail.com<p>Pernikahan Zainab binti Jahsy dengan Nabi Muhammad SAW merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam yang memiliki dimensi hukum, sosial, dan budaya yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tafsir intertekstual terhadap pernikahan ini, dengan fokus pada Surah Al-Ahzab ayat 37, yang berkaitan dengan perubahan hukum terkait pernikahan dengan mantan istri anak angkat. Melalui pendekatan tafsir tradisional dan modern, penelitian ini menggali perbedaan dan kesamaan dalam pemahaman terhadap wahyu ini, serta implikasinya terhadap hak perempuan dan dinamika sosial pada masa Nabi Muhammad SAW. Tafsir tradisional, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir, lebih menekankan pada aspek hukum, sementara tafsir modern, terutama yang dikembangkan oleh Amina Wadud, menyoroti isu-isu gender, kebebasan individu, dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sinergi antara tafsir tradisional dan modern membuka ruang untuk pemahaman yang lebih holistik mengenai wahyu tersebut, serta memungkinkan penerapan ajaran Islam yang lebih inklusif dan relevan dalam konteks sosial dan keagamaan masa kini. Dengan mengintegrasikan kedua pendekatan ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai peran perempuan dalam Islam, yang dapat berkontribusi pada pengembangan ajaran Islam yang lebih adil, progresif, dan relevan dengan tantangan zaman.</p> <p><em>The marriage of Zainab binti Jahsy to the Prophet Muhammad SAW is an important event in Islamic history that has complex legal, social, and cultural dimensions. This study aims to examine the intertextual interpretation of this marriage, focusing on Surah Al-Ahzab verse 37, which relates to changes in the law regarding marriage with the ex-wife of an adopted son. Through traditional and modern interpretation approaches, this study explores the differences and similarities in the understanding of this revelation, as well as its implications for women's rights and social dynamics during the time of the Prophet Muhammad SAW. Traditional interpretations, such as those put forward by Ibn Kathir, emphasize the legal aspect, while modern interpretations, especially those developed by Amina Wadud, highlight issues of gender, individual freedom, and equality between men and women in Islam. This study concludes that the synergy between traditional and modern interpretations opens up space for a more holistic understanding of the revelation, and allows for the application of Islamic teachings that are more inclusive and relevant in today's social and religious context. By integrating these two approaches, it is hoped that a deeper understanding of the role of women in Islam can be obtained, which can contribute to the development of Islamic teachings that are more just, progressive, and relevant to the challenges of the times.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11512URGENSI MODUL AJAR PAI UNTUK MENANAMKAN NILAI KEAGAMAAN DALAM KURIKULUM MERDEKA DI MTS S MUHAMMADIYAH SELARAS AIR2025-06-03T04:11:18+00:00Yarhami Fadillahyarhamifadillah24@gmail.comZulfani Sesmiarnizulfanisesmiarni@uinbukittinggi.ac.id<p>Jurnal ini membahas Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan di sekolah umum ataupun di sekolah Islam, karena untuk mengajarkan Islam kepada generasi umat Islam maka diperlukan proses pendidikan. Fungsi dari proses pendidikan adalah untuk mempromosikan atau memfasilitasi perubahan yang diinginkan dalam perilaku. Maka pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah dan alam semesta. Proses Pendidikan Agama Islam itu haruslah memberikan pemahaman kepada pemeluknya tentang ajaran Islam yang sebenarnya yaitu ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.Modul ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Modul ajar dapat pula diartikan sebagai bahan yang harus dipelajari peserta didik sebagai sarana untuk belajar. Modul ajar di dalamnya dapat berupa materi tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai peserta didik terkait kompetensi dasar tertentu.</p> <p><em>This journal discusses Islamic Religious Education (PAI) as a very important subject to be taught in both public schools and Islamic schools, because teaching Islam to the next generation of Muslims requires an educational process. The function of this educational process is to promote or facilitate the desired changes in behavior. Thus, Islamic education aims to shape a whole Muslim personality, develop all human potential, both physical and spiritual, and foster harmonious relationships for each individual with Allah and the universe. The process of Islamic Religious Education should provide its followers with an understanding of the true teachings of Islam, which are in accordance with the teachings brought by the Prophet Muhammad Saw. Teaching modules are all forms of materials used in carrying out teaching and learning activities. Teaching modules can also be defined as the materials that must be studied by students as a means for learning. The teaching module may include content related to knowledge, skills, and attitudes that students must achieve related to certain basic competencies.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/12403MENJAWAB KERESAHAN ANAK MUDA DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM2025-06-21T07:12:45+00:00Sukringsukring69kd@gmail.com<p>Keresahan dan krisis kesehatan mental menjadi fenomena yang kian meningkat di kalangan anak muda, dipicu oleh tekanan sosial, ketidakpastian masa depan, serta disrupsi nilai akibat perkembangan teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali solusi atas keresahan tersebut melalui pendekatan nilai-nilai spiritual dan etika Islam. Urgensi penelitian ini terletak pada kebutuhan mendesak akan pendekatan yang holistik dan transformatif dalam menangani isu mental health, tidak hanya dari sisi medis dan psikologis, tetapi juga melalui fondasi teologis yang dapat memberikan makna hidup dan ketenangan batin. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research) dan analisis tematik terhadap sumber-sumber primer dalam Al-Qur’an dan Hadis, serta interpretasi ulama klasik dan kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam memberikan jawaban dan kerangka pemulihan mental yang kuat generasi muda, di antaranya melalui praktik ibadah, kontemplasi diri, dan komunitas yang suportif. Konsep seperti husnudzan billah, dzikrullah, dan istirja' terbukti memberi pengaruh positif dalam menurunkan kecemasan dan meningkatkan resiliensi. Dampak makro merujuk pada pengaruh luas yang mencakup komunitas, sistem pendidikan, lingkungan hingga stabilitas sosial secara umum. Dampak mikro merujuk pada pengaruh langsung dan sehari-hari yang dialami individu, mencakup perubahan perilaku, emosi, dan cara berpikir yang muncul akibat tekanan psikologis.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11418PEMBERDAYAAN TOKOH PEREMPUAN DALAM DAKWAH KELUARGA SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN KESADARAN BERAGAMA DESA SEI SEMAYANG KABUPATEN DELI SERDANG2025-05-31T10:36:08+00:00Winda Kustiawanwindakustiawan@uinsu.ac.idSatria Faldhi Nasutionsatriafaldhi08@gmail.comM Fitra Aulia Habibfitrahabib821@gmail.comNadianadiagalaxy27@gmail.com<p>Penelitian ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan dalam dakwah keluarga sebagai strategi peningkatan kesadaran beragama, dengan studi kasus di Desa Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang. Dalam konteks keluarga sebagai unit sosial utama, perempuan – khususnya ibu – memiliki peran krusial sebagai pendidik moral dan spiritual anak-anak serta penjaga nilai-nilai agama dalam rumah tangga. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian aksi partisipatif, penelitian ini melibatkan tokoh-tokoh perempuan seperti ibu rumah tangga, guru mengaji, dan pengurus majelis taklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan melalui pelatihan keagamaan dan pelibatan aktif dalam kegiatan dakwah mampu meningkatkan beragam kesadaran di lingkungan keluarga. Meski menghadapi tantangan sosial dan budaya, perempuan terbukti mampu menjadi agen perubahan dalam membina keluarga yang religius. Penelitian ini merekomendasikan penguatan kapasitas perempuan dalam dakwah sebagai strategi berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas spiritual masyarakat dari tingkat keluarga.</p> <p><em>This study aims to empower female figures in family-based Islamic preaching (dakwah) as a strategic effort to enhance religious awareness, using a case study in Sei Semayang Village, Deli Serdang Regency. As the primary social unit, the family plays a crucial role in shaping individual religious consciousness, with women—particularly mothers—serving as key educators and guardians of moral and spiritual values. Employing a qualitative approach through participatory action research, the study engaged women such as housewives, Qur’an teachers, and religious study group (majelis taklim) leaders. The findings indicate that empowering women through religious education and active involvement in dakwah activities significantly improves religious awareness within the family. Despite facing socio-cultural challenges, women have proven to be effective agents of spiritual transformation in building religious families. This research recommends strengthening women's capacity in dakwah as a sustainable strategy for enhancing the spiritual quality of society from the family level.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11670PENGARUH EKONOMI TERHADAP TINGGINYA ANGKA PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN NEGARA2025-06-07T04:51:13+00:00Elmas Tsaqifetsaqifeelmas@gmail.comSavylla Yuliandarisavyllayuliandari@gmail.comAlfiana Marizkaalfianamarizka@gmail.comFara Tia Ningrumnfaratia@gmail.comAinaya Nur Fadhilahnayafadhilah08@gmail.comNadira Ramadhanienadramadhani@gmail.comDewi Salma Salsabiladewisaa1802@gmail.com<p>Tigginya angka perceraian di Indonesia yang dipicu oleh faktor ekonomi, ditinjau dari perspektif agama Islam, hukum negara, serta dampaknya bagi keluarga dan masyarakat. Permasalahan ekonomi seperti ketidakmampuan suami memberi nafkah, perbedaan penghasilan, dan manajemen keuangan yang buruk menjadi penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam Islam, perceraian diperbolehkan bila suami tidak menunaikan kewajibannya, sementara hukum positif Indonesia melalui UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan dasar legal bagi perceraian karena alasan ekonomi. Dampak perceraian meliputi gangguan psikologis anak, penurunan kesejahteraan keluarga, serta stigma sosial terhadap perempuan. Untuk menekan angka perceraian, solusi yang ditawarkan meliputi pendidikan pra-nikah, pemberdayaan ekonomi keluarga, layanan konseling, dan kebijakan perlindungan sosial. Pendekatan kolaboratif antara institusi keagamaan, hukum, dan sosial menjadi kunci dalam membangun keluarga yang tangguh secara ekonomi dan spiritual.</p> <p><em>The high divorce rate in Indonesia is triggered by economic factors, viewed from the perspective of Islam, state law, and its impact on families and society. Economic problems such as the husband's inability to provide for a living, differences in income, and poor financial management are the main causes of household breakdowns. In Islam, divorce is permitted if the husband does not fulfill his obligations, while positive Indonesian law through the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law provides a legal basis for divorce for economic reasons. The impacts of divorce include psychological disorders in children, decreased family welfare, and social stigma against women. To reduce the divorce rate, solutions offered include pre-marital education, family economic empowerment, counseling services, and social protection policies. A collaborative approach between religious, legal, and social institutions is key to building families that are economically and spiritually resilient.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11507URGENSI MOTIVASI BELAJAR UNTUK MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL BELAJAR PESRTA DIDIK2025-06-03T02:04:35+00:00Yarhami Fadillahyarhamifadillah24@gmail.comMila Vediramilaindav16@gmail.comLinda Yarnilindayarni1978@gmail.com<p>Jurnal ini membahas Motivasi mengacu pada dorongan internal atau eksternal yang mendorong individu untuk terlibat dalam aktivitas belajar, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik muncul ketika individu terlibat dalam kegiatan belajar karena minat atau kesenangan pribadi terhadap materi tersebut, sedangkan motivasi ekstrinsik berhubungan dengan tujuan eksternal, seperti memperoleh nilai bagus atau hadiah.Motivasi yang tinggi akan meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar dan memfasilitasi pencapaian hasil yang lebih baik. Sebaliknya, kurangnya motivasi dapat menghambat proses belajar, bahkan menyebabkan peserta didik kehilangan minat dalam belajar. Belajar merupakan suatu kegiatan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman.</p> <p><em>This journal discusses motivation, which refers to the internal or external drives that encourage individuals to engage in learning activities. Motivation can be differentiated into two types: intrinsic motivation and extrinsic motivation. Intrinsic motivation arises when individuals engage in learning activities due to their personal interest or enjoyment of the material, while extrinsic motivation relates to external goals, such as earning good grades or rewards. High motivation will enhance student engagement in the learning process and facilitate the achievement of better outcomes. Conversely, a lack of motivation can hinder the learning process, even causing students to lose interest in learning. Learning is essentially the process of interaction with all the situations around the individual. Learning can be seen as a process directed towards a goal and an act of doing through experience.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/12271IMPLEMENTASI KAIDAH AL-ASBAB AL-NUZUL DALAM MEMAHAMI HISTORIS AYAT (TELAAH USHUL TAFSIR)2025-06-19T04:12:27+00:00Riyah Ningsihningsihh2602@gmail.comRina Rahayurahayurina561@gmail.comSanti Dalimunthesantidalimunthe011@gmail.comBismiatippoo08309@gmail.comAnwar Sidiksidikanwarzipone@gmail.com<p>Asbab al-nuzul merupakan bidang kajian yang penting dalam ilmu al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an) yang menggunakan pendekatan sosio-historis untuk memahami latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Penelitian ini berfokus pada sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa tertentu yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut, yang dapat berupa kejadian nyata dalam masyarakat atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad Saw oleh para sahabatnya atau masyarakat Arab pada masa itu. Memahami informasi kontekstual ini sangat penting untuk menangkap makna yang lebih dalam yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut dan meningkatkan relevansinya dengan kondisi sosial yang mempengaruhinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan prinsip-prinsip asbāb al-nuzūl dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, khususnya dalam memahami makna historisnya. Pendekatan kualitatif digunakan dengan teknik studi kepustakaan untuk mengumpulkan data dari berbagai literatur yang relevan, baik berupa buku cetak maupun dokumen digital yang membahas teori, prinsip, dan contoh asbāb al-nuzūl dalam penafsiran al-Qur’an. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai bagaimana konteks sosial dan historis memengaruhi penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Lebih jauh lagi, penelitian ini berupaya menunjukkan bahwa pemahaman terhadap asbāb al-nuzūl tidak hanya penting dalam studi akademik, tetapi juga memiliki dampak nyata dalam praktik pengamalan ajaran Islam yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakat kontemporer. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penghargaan yang lebih mendalam terhadap nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dalam setiap ayat, sehingga dapat diterapkan secara bijak dan kontekstual dalam kehidupan sehari-hari.</p> <p><em>Asbab al-nuzul is a crucial area of study within Qur'anic sciences ('Ulum al-Qur'an) that utilizes a socio-historical approach to comprehend the circumstances surrounding the revelation of Qur'anic verses. This research focuses on the specific causes or events that led to the revelation of certain verses, which may include concrete occurrences in society or inquiries made to the Prophet Muhammad (peace be upon him) by his companions or the Arab community of that time. Understanding this contextual information is essential for grasping the deeper meanings embedded in the verses and enhances their relevance to the social conditions that influenced them. The study aims to explore the application of asbab al-nuzul principles in interpreting Qur'anic verses, particularly in understanding their historical meanings. A qualitative approach is employed, utilizing library research techniques to gather data from various relevant literature, including both printed books and digital documents that discuss theories, principles, and examples of asbab al-nuzul in Qur'anic interpretation. Through this study, a more comprehensive understanding of how social and historical contexts affect the interpretation of Qur'anic verses is anticipated. Moreover, the research seeks to demonstrate that understanding asbab al-nuzul is not only significant in academic studies but also has tangible impacts on the practice of Islamic teachings that align with contemporary societal contexts and needs. The findings are expected to contribute to a deeper appreciation of the values and wisdom contained within each verse, facilitating their wise and contextual application in daily life.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11608ANALISIS PERUBAHAN KURIKULUM PAI DARI MASA KE MASA2025-06-04T13:26:12+00:00Yesi Ulandariyesiwulandari0201@gmail.comZulfani Sesmiarnizulfanisesmiarni@gmail.com<p>Penelitian ini mengkaji evolusi kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia dan implikasinya terhadap kualitas pendidikan serta pembentukan generasi Muslim. Sejak Rencana Pelajaran 1947 hingga Kurikulum Merdeka Belajar, kurikulum PAI telah bergeser dari fokus tekstual-hafalan menjadi lebih kontekstual, partisipatif, dan berbasis karakter. PAI tidak hanya berfungsi sebagai transfer pengetahuan, tetapi juga instrumen pembentuk akhlak dan spiritualitas. Metode kualitatif jenis lapangan dengan triangulasi sumber digunakan untuk pengumpulan data.Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan kurikulum, termasuk KBK 2004, KTSP 2006, Kurikulum 2013, dan Kurikulum Merdeka, telah membawa dampak positif. Kurikulum kini menekankan pendekatan saintifik, penggunaan teknologi, integrasi nilai moderasi beragama, serta penguatan pendidikan karakter dan keterampilan hidup. Proses pembelajaran PAI menjadi lebih interaktif, menyenangkan, dan bermakna, mengintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini juga mendorong pengembangan kompetensi guru. Diharapkan, perubahan kurikulum ini akan membentuk generasi Muslim Indonesia yang berkarakter kuat, berwawasan luas, serta memiliki spiritualitas dan integritas tinggi, siap menghadapi tantangan global dengan landasan nilai-nilai Islam yang kokoh.</p> <p><em>This study examines the evolution of the Islamic Religious Education (PAI) curriculum in Indonesia and its implications for the quality of education and the formation of a Muslim generation. Since the 1947 Lesson Plan to the Merdeka Belajar Curriculum, the PAI curriculum has shifted from a textual-memorization focus to a more contextual, participatory, and character-based one. PAI does not only function as a transfer of knowledge, but also an instrument for shaping morals and spirituality. A field-type qualitative method with source triangulation was used for data collection.The results of the analysis show that curriculum changes, including the 2004 KBK, 2006 KTSP, 2013 Curriculum, and Merdeka Curriculum, have had a positive impact. The curriculum now emphasizes the scientific approach, the use of technology, the integration of religious moderation values, and the strengthening of character education and life skills. The PAI learning process has become more interactive, fun, and meaningful, integrating cognitive, affective, and psychomotor aspects. It also encourages the development of teacher competence. Hopefully, this curriculum change will form a generation of Indonesian Muslims with strong character, broad insight, and high spirituality and integrity, ready to face global challenges with a solid foundation of Islamic values.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11501HIERARKI ILMU DALAM KEHIDUPAN SERTA RELEVANSI ILMU MENURUT AL-GHAZALI2025-06-02T12:38:26+00:00Mila Vediramilaindav16@gmail.comYarhami Fadillahyarhamifadillah24@gmail.comArsilarsil.langgai@gmail.comNunu Burhanuddinnunu.burhanuddin@iainbukittinggi.ac.id<p>Artikel ini berisi tentang Ilmu dalam pengertian pengetahuan adalah suatu sistem pengetahuan yang menjadi landasan teoritik bagi tindakan praktis atau suatu sistem penjelasan mengenai hubungan antara peristiwa-peristiwa yang terjadi. Struktur ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis yang tersusun dari unsur-unsur yang saling berkaitan atau terkoordinasi sehingga dapat menjadi landasan teori atau memberikan penjelasan.Hirarki keilmuan adalah suatu disiplin ilmu yang menempati kedudukan prioritas, sejajar atau inferior dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. Arti lain dari hierarki pengetahuan adalah urutan atau tingkat pengetahuan.</p> <p><em>This article discusses Science in the sense of knowledge as a system of knowledge that serves as a theoretical foundation for practical actions or a system of explanation regarding the relationships between events that occur. The structure of scientific knowledge is a collection of systematic knowledge made up of interrelated or coordinated elements, which can serve as a theoretical basis or provide explanations. The hierarchy of science is a discipline that holds a priority position, equivalent or inferior to other disciplines. Another meaning of the hierarchy of knowledge is the order or level of knowledge.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11721PERANAN DAN FUNGSI KURIKULUM2025-06-08T09:09:39+00:00Meli Sartika melisartika338@gmail.comZulfani Sesmiarnizulfanisesmiarni@uinbukittinggi.ac.id<p>Kurikulum merupakan inti dari proses pendidikan yang menentukan arah, isi, dan capaian pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan dan fungsi kurikulum dalam mendukung proses pendidikan secara efektif, khususnya dalam konteks pembelajaran agama dan pembentukan karakter peserta didik. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kurikulum berperan sebagai pengarah jalannya pendidikan, penentu kompetensi peserta didik, serta alat ukur keberhasilan pembelajaran. Fungsi kurikulum meliputi fungsi konservatif, kreatif, kritis, penyesuaian sosial, dan pengembangan potensi peserta didik. Selain itu, kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan siswa, mendukung pembentukan perilaku keagamaan, memuat nilai-nilai keagamaan, dan menjadi pedoman dalam pembelajaran agama. Kurikulum juga bersifat fleksibel dalam kegiatan keagamaan serta menjadi landasan penanaman akhlak dan pengembangan karakter religius peserta didik. Kesimpulannya, kurikulum memegang peranan vital dalam sistem pendidikan dan harus terus dievaluasi serta disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan dunia kerja, khususnya dalam pembentukan karakter dan keagamaan siswa.</p> <p><em>Curriculum is the core of the education process that determines the direction, content, and learning outcomes at every educational level. This study aims to describe the role and function of the curriculum in effectively supporting the education process, especially in the context of religious learning and character formation of students. The method used is a literature review with a qualitative descriptive approach. The findings show that the curriculum serves as a guide for the education process, a determinant of student competencies, and a tool to measure learning success. The functions of the curriculum include conservative, creative, critical, social adjustment, and the development of student potential. Additionally, the curriculum must be aligned with student needs, support the formation of religious behavior, incorporate religious values, and serve as a guideline for religious education. The curriculum is also flexible in religious activities and serves as a foundation for moral cultivation and the development of students’ religious character. In conclusion, the curriculum holds a vital role in the education system and must be continuously evaluated and adjusted according to societal and workforce developments, especially in shaping students’ character and religiosity.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11564PEMBELAJARAN MUFRODAT BAHASA ARAB BERDASARKAN TEORI BEHAVIORISTIK BAGI SANTRI KELAS VIII MADRASAH TSANAWIYAH PONDOK PESANTREN DAARUN NAHDHAH THAWALIB BANGKINANG RIAU2025-06-04T04:33:53+00:00Hana Putri Amaliahanaputriamalia01@gmail.comAgustiaragustiar@uin-suska.ac.id<p>Pembelajaran mufrodat bahasa Arab memegang peranan penting dalam penguasaan bahasa Arab sebagai bahasa asing di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan mufrodat, serta persepsi siswa terhadap pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Daarun Nahdhah Thawalib Bangkinang. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan teknik reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru menerapkan berbagai metode seperti ceramah, mendobit, diskusi, dan permainan untuk meningkatkan pemahaman dan hafalan mufrodat siswa. Selain itu, mayoritas siswa menyatakan bahwa mereka tidak merasa kesulitan belajar bahasa Arab karena mereka menyukai pelajaran ini dan merasa metode yang diterapkan cukup membantu. Kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya lingkungan yang mendukung dalam pembelajaran mufrodat, yang berpengaruh terhadap kemampuan menghafal dan memahami kosakata bahasa Arab. Penelitian ini menyarankan pentingnya inovasi metode pembelajaran dan peningkatan lingkungan belajar untuk mengoptimalkan penguasaan mufrodat dalam pembelajaran bahasa Arab.</p> <p><em>Learning Arabic vocabulary plays an important role in mastering Arabic as a foreign language in Indonesia. This study aims to determine the methods used by teachers in teaching vocabulary, as well as students' perceptions of Arabic language learning at Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Daarun Nahdhah Thawalib Bangkinang. Data were collected through interviews, observations, and documentation, then analyzed qualitatively with data reduction techniques, data presentation, and drawing conclusions. The results of the study showed that teachers applied various methods such as lectures, dobit, discussions, and games to improve students' understanding and memorization of vocabulary. In addition, the majority of students stated that they did not find it difficult to learn Arabic because they liked this lesson and felt that the methods applied were quite helpful. The main obstacle faced was the lack of a supportive environment in learning vocabulary, which affected the ability to memorize and understand Arabic vocabulary. This study suggests the importance of innovation in learning methods and improving the learning environment to optimize mastery of vocabulary in Arabic language learning.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11470ANALISIS PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM BERDASARKAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI2025-06-02T03:30:20+00:00Yesi Ulandariyesiwulandari0201@gmail.comWedra Aprisonwedraaprisoniain@gmail.com<p>Berbagai pemikiran reflektif persoalan tentang segala hal yang berkaitan dengan pendidikan silam maupun hubungan sebuah pendidikan dengan segala segi kehidupan manusia disebut sebagai filsafat ilmu. Ilmu itu sendiri memiliki bagian-bagian tertentu dimana dalam ilmu ada objek, pernyataan, proposisi, dan karakteristik dimana keempat aspek tersebut yang sebenarnya disoroti oleh tiga landasan berpikir filsafat mengenai ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam artikel ini, penulis menggunakan metode studi literatur atau melakukan kajian dari berbagai buku dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk memaparkan pendidikan islam dalam tinjauan filsafat: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari hasil telaah, dapat disimpulkan bahwa ontologis dasarnya berbicara tentang hakikat “yang ada”. Ilmu pengetahuan ditinjau secara ontologi mencoba membuktikan dan menelaah bahwa sebuah ilmu pengetahuan itu benar-benar dapat dibuktikan keberadaannya. Epistemologi berbicara tentang dasar sebuah pengetahuan, sumber, karakteristik, kebenaran sebuah pengetahuan, serta cara mendapatkan suatu pengetahuan. Ilmu pengetahuan disoroti melalui epistemologi pembahasannya terarah pada bagaimana sumber yang dipakai oleh para ilmuwan di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan seperti apa metodenya. Aksiologis dasarnya berbicara tentang hubungan ilmu dengan nilai. Karena berhubungan dengan nilai maka aksiologi berhubungan layak atau tidak layaknya sebuah ilmu pengetahuan dikembangkan.</p> <p><em>Various reflective thoughts about all matters relating to education and the relationship between education and all aspects of human life are referred to as the philosophy of science. Science itself has certain parts where in science there are objects, statements, propositions, and characteristics where these four aspects are actually highlighted by the three foundations of philosophical thinking regarding ontology, epistemology, and axiology. In this article, the author uses the literature study method or conducts studies from various books and other scientific works related to the topic raised. The purpose of this writing is to explain Islamic education in the review of philosophy: ontology, epistemology, and axiology. From the results of the review, it can be concluded that ontology basically talks about the nature of “what exists”. Science reviewed ontologically tries to prove and examine that a science can really be proven to exist. Epistemology talks about the basis of knowledge, sources, characteristics, truth of knowledge, and how to obtain knowledge. Science is highlighted through epistemology, the discussion is directed at how the sources used by scientists in developing science and what the method is like. Axiology basically talks about the relationship between science and value. Because it relates to value, axiology relates to whether or not a science is worth developing.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11705PERAN ORANG TUA DALAM MENDORONG MOTIVASI BELAJAR ANAK DI SEKOLAH DASAR2025-06-08T04:52:47+00:00Shandrina Angelica Ramadhantishandrinaangelica04@gmail.comImas Mastoahimas.mastoah@uinbanten.ac.id<p>Artikel ini membahas tentang peran orang tua dalam menumbuhkan motivasi belajar pada anak sekolah dasar. Anak yang dimaksud ini adalah anak paa usia sekolah dasar. Yaitu mereka yang berusia 6,0 tahun sampai dengan 12 tahun. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak-anaknya diantaranya sebagai motivator. Dalam hal ini orang tua harus senantiasa memberikan dorongan kepada anaknya agar mempunyai semangat dalam belajar, khususnya dalam belajar dirumah sebagai penunjang keberhasilan prestasi disekolahnya. Adapun upaya yang dapat dilakukan orang tua dalam meningkatkan motivasi belajar anak antara lain: 1) mengetahui hasil, 2) memberikan hadiah dan hukuman, 3) menyediakan alat atau fasilitas yang dibutuhkan. Orang tua sebagai pendidik harus senantiasa memperhatikan perkembangan pribadi anak sebagai penentu dalam perlakukan pendidikan yang sesuai dengan periode atau tingkat usia serta kemampuan berfikir anak.</p> <p><em>This paper discusses the role of parents in improving children’s learning motivation. The children refered to in this paper are children of primary school age (SD/MI) is those aged 6.0 years to 12 years. Parents have of very important role in the education of their children among them as a motivator. In this case the parents should always give encouragement to their children to have a passion in learning, especially in home study as a supporter of successful achiement in school. The efforts that can be done by parents in improving motivation to learn children include: 1) knowing the results, 2) providing rewards and punishments, 3) provide the necessary tools or facilities. Parents as educators should always pay attention to child’s personal development as a determinant in the treatment of education in accordance with the period or level of age and ability to think child.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11516PENDIDIK SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM: STUDI PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH2025-06-03T05:05:09+00:00Olga Yosnita Sariolgayosnita02@gmail.comZulfani Sesmiarnizulfanisesmiarniiain@gmail.com<p>Artikel ini membahas tentang Tujuan pendidik sebagai pengembangan kurikulum studi pembelajaran PAI di Madrasah adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa dan tantangan zaman. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan dirancang sebagai studi kasus. Dengan melibatkan guru, dan siswa, observasi, wawancara, dan dokumentasi, data diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurikulum PAI di madrasah masih membutuhkan penguatan pada bagian bagaimana nilai-nilai keislaman diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Dan kurangnya pelatihan terkhusus untuk guru PAI. Selain itu, metode dan media pembelajaran harus disesuaikan untuk menjadi kontekstual dan partisipatif. Revisi kompetensi dasar, pembuatan materi ajar berbasis nilai, dan penerapan model pembelajaran aktif adalah semua cara yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum. Studi ini menunjukkan bahwa kurikulum PAI yang disesuaikan dapat meningkatkan pemahaman dan sikap keberagamaan siswa di madrasah berbasis pesantren.</p> <p><em>This article discusses the purpose of educators as the development of PAI learning study curriculum in Madrasah is to improve the quality of learning by considering the needs of students and the challenges of the times. The method used was qualitative and designed as a case study. By involving teachers, and students, observations, interviews, and documentation, data were obtained. The results showed that the PAI curriculum in madrasah still needs strengthening on the part of how Islamic values are integrated into daily life. And the lack of specialized training for PAI teachers. In addition, learning methods and media must be adjusted to be contextual and participatory. Revising basic competencies, creating value-based teaching materials, and implementing active learning models are all ways used to develop the curriculum. This study shows that the adjusted PAI curriculum can improve students' understanding and religious attitudes in pesantren-based madrasahs.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11430PENDIDIK DALAM PANDANGAN PRAGMATISME: MENERAPKAN TEORI JOHN DEWEY KE PRAKTIK PENDIDIKAN2025-05-31T12:49:02+00:00Olga Yosnita Sariolgayosnita02@gmail.comWedra Aprisonwedra.aprison@iainbukittinggi.ac.id<p>Dengan menitikberatkan pada ide-ide John Dewey, makalah ini bertujuan untuk memeriksa peran pendidik dari sudut pandang filsafat pragmatis. Selain itu, dia melihat bagaimana ide-ide ini dapat diterapkan dalam sistem pendidikan modern. Tulisan ini menunjukkan bahwa pengalaman, interaksi sosial, dan refleksi adalah komponen utama proses pendidikan. Ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif melalui kajian pustaka. Dewey berpendapat bahwa guru bukanlah satu-satunya kuasa di kelas. Sebaliknya, mereka berfungsi sebagai fasilitator yang membantu siswa memperoleh pengetahuan melalui partisipasi aktif dalam lingkungan belajar yang demokratis dan kontekstual. Pemikiran pragmatis Dewey sangat relevan untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, terutama dalam kurikulum merdeka, agar pendidikan menjadi berpusat pada siswa dan berbasis situasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat paradigma baru tentang peran pendidik dalam membangun proses pembelajaran yang transformatif dan bermakna.</p> <p><em>By focusing on the ideas of John Dewey, this paper aims to examine the role of the educator from the point of view of pragmatic philosophy. In addition, it looks at how these ideas can be applied in the modern education system. This paper shows that experience, social interaction, and reflection are the main components of the educational process. This is done using a descriptive qualitative approach through a literature review. Dewey argued that teachers are not the only power in the classroom. Instead, they serve as facilitators who help students acquire knowledge through active participation in a democratic and contextualized learning environment. Dewey's pragmatic thinking is very relevant to be applied in education in Indonesia, especially in the independent curriculum, so that education becomes student-centered and situation-based. The results of this study are expected to strengthen the new paradigm about the role of educators in building a transformative and meaningful learning process.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islamhttps://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkai/article/view/11687PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MEMBENTUK GENERASI MUDA2025-06-07T08:28:31+00:00Ervinavinaervina41@gmail.comNorlaili Fitrinurlailifitri014@gmail.comSafira Aulia Putrisafiraputri.putri20@gmail.comZainul Akmalakmalzainul488@gmail.com<p>Pendidikan karakter merupakan fondasi penting dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga beretika, bermoral, dan berintegritas di tengah tantangan globalisasi dan arus teknologi digital yang pesat. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka (library research) dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk mengidentifikasi nilai-nilai utama pendidikan karakter, strategi implementasinya, serta tantangan dan peluang dalam penerapannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pendidikan karakter berperan strategis dalam menumbuhkan sikap tanggung jawab, kejujuran, kepedulian sosial, serta mengurangi perilaku menyimpang seperti kenakalan remaja dan penyalahgunaan teknologi. Guru sebagai teladan dan sinergi antara sekolah, keluarga, serta masyarakat menjadi elemen kunci dalam keberhasilan internalisasi nilai-nilai karakter. Pendidikan karakter juga terbukti meningkatkan motivasi belajar, memperkuat identitas kebangsaan, dan mempersiapkan generasi muda menghadapi dunia kerja dan kehidupan sosial secara etis dan produktif. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus diintegrasikan secara menyeluruh dalam kurikulum, budaya sekolah, dan kehidupan sehari-hari sebagai investasi jangka panjang untuk menciptakan manusia Indonesia yang tangguh, bermartabat, dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa.</p> <p><em>Character education is a fundamental foundation in shaping young generations who are not only intellectually intelligent but also ethical, moral, and possess high integrity amid the challenges of globalization and the rapid flow of digital technology. This study employs a library research method with a descriptive qualitative approach to identify key character values, implementation strategies, as well as the challenges and opportunities in its application. The findings show that character education plays a strategic role in fostering responsibility, honesty, social care, and reducing deviant behaviors such as juvenile delinquency and technology abuse. Teachers as role models and the synergy between schools, families, and communities are key elements in successfully internalizing character values. Character education also proves effective in increasing learning motivation, strengthening national identity, and preparing young generations to face the world of work and social life ethically and productively. Therefore, character education must be fully integrated into the curriculum, school culture, and daily life as a long-term investment to create resilient, dignified individuals who contribute to national development.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Agama Islam