KAJIAN YURIDIS AKTIVITAS EKSPOR PASIR LAUT BERDASARKAN PASAL 9 AYAT 2 HURUF D PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2023 TENTANG PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT

Abstrak

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas laut yang lebih besar dibandingkan daratan,
dengan 17.508 pulau dan panjang garis pantai 81.000 km. Kekayaan sumber daya alam lautnya
meliputi perikanan, hutan mangrove, terumbu karang, serta bahan tambang. Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 menegaskan bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Namun,
eksploitasi sumber daya, seperti penambangan pasir laut, menimbulkan dampak serius pada
lingkungan. UU No. 32 Tahun 2009 mengatur perlindungan lingkungan hidup, namun kendala
dalam implementasi dan penegakan hukum masih ada. Ekspor pasir laut dihentikan sementara
melalui Keputusan Menteri pada tahun 2003, namun diizinkan kembali melalui PP No. 26 Tahun
2023, yang menimbulkan kontroversi terkait dampak ekologis dan hak asasi manusia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji aspek yuridis ekspor pasir laut berdasarkan Pasal 9 ayat 2 huruf D PP No.
26 Tahun 2023.

Indonesia as an archipelagic country has a sea area greater than land, with 17,508 islands and a
coastline of 81,000 km. Its rich marine natural resources include fisheries, mangrove forests, coral
reefs and mining materials. Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution emphasizes that
natural resources are controlled by the state for the prosperity of the people. However, resource
exploitation, such as sea sand mining, has serious impacts on the environment. UU no. 32 of 2009
regulates environmental protection, but obstacles in implementing and enforcing the law still exist.
Exports of sea sand were temporarily stopped by Ministerial Decree in 2003, but were permitted
again by PP No. 26 of 2023, which caused controversy regarding the ecological impact and human
rights. This research aims to examine the juridical aspects of sea sand exports based on Article 9
paragraph 2 letter D PP No. 26 of 2023.