PEMBAHARUAN HUKUM KENOTARIATAN DALAM MENYIKAPI AKTA SILUMAN: KAJIAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA

Penulis

  • Erry Ariany Sunarya Universitas Borobudur
  • Zainal Arifin Husein Universitas Borobudur

Kata Kunci:

Akta Siluman, Jaminan Hukum, Notaris, Pembaharuan Hukum, Perlindungan Pihak Ketiga

Abstrak

Praktik “akta siluman” dalam kenotariatan memicu ketidakpastian hukum, khususnya bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Akta siluman adalah akta otentik yang tampak sah namun tidak dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kebutuhan pembaharuan hukum kenotariatan serta mengkaji bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan studi literatur dan analisis yurisprudensi. Hasil kajian menunjukkan lemahnya pengawasan serta belum optimalnya digitalisasi sistem notariat menjadi faktor pendorong munculnya akta siluman. UUJN juga belum mengatur sanksi secara rinci terhadap pelanggaran prinsip kehadiran formal. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi hukum melalui digitalisasi, penguatan sanksi, dan sistem verifikasi partisipatif. Pihak ketiga yang dirugikan harus dijamin perlindungan hukumnya melalui mekanisme restitusi dan kepastian hukum. Penelitian ini merekomendasikan penguatan norma UUJN dan pengawasan institusional yang lebih efektif.

The practice of "phantom deeds" in notarial affairs has triggered legal uncertainty, particularly for third parties acting in good faith. A phantom deed refers to an authentic document that appears valid but was never executed and signed before a notary as required by the Indonesian Notary Law (UUJN). This study aims to evaluate the need for legal reform in notarial regulations and to examine legal protection mechanisms for third parties. The research employs a normative juridical method through literature review and jurisprudential analysis. The findings indicate that weak oversight and the lack of optimal digital verification systems have contributed to the emergence of phantom deeds. Furthermore, UUJN does not comprehensively regulate sanctions for violations of the formal presence requirement. Therefore, legal reform is needed through digitalization, stronger sanctions, and participatory verification systems. Legal protection for affected third parties should ensure restitution and legal certainty. This study recommends strengthening UUJN norms and enhancing institutional oversight.

Unduhan

Diterbitkan

2025-07-30