https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/issue/feed Jurnal Kritis Studi Hukum 2025-07-30T16:17:10+00:00 Open Journal Systems https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13139 PERAN HUKUM PASAR MODAL DALAM MENCEGAH PRAKTIK MANIPULASI PASAR (MARKET MANIPULATION) 2025-07-04T13:42:14+00:00 Dany Try Hutama Hutabarat danytryhutamahutabarat@gmail.com Erlan Sitorus erlansitorus26@gmail.com Erlangga Prayogo erlanggaprayogo5@gmail.com Eko Bayu Syahputra ekobayumia2@gmail.com <p>Manipulasi pasar merupakan salah satu bentuk pelanggaran serius dalam sistem pasar modal yang dapat merusak kepercayaan investor dan mengganggu stabilitas ekonomi. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran hukum pasar modal dalam mencegah praktik manipulasi pasar di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan dan praktik aktual di pasar modal. Hasil kajian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk manipulasi pasar seperti pump and dump, matched orders, dan penyebaran informasi menyesatkan masih sering terjadi. Meskipun terdapat regulasi yang cukup memadai dan peran aktif dari OJK serta BEI dalam pengawasan dan penegakan hukum, efektivitasnya masih terbatas karena kendala teknis dan kelembagaan. Kesimpulan dari artikel ini menekankan pentingnya sinergi antara penegakan hukum, penguatan sistem pengawasan, dan peningkatan literasi keuangan untuk menciptakan pasar modal yang adil, transparan, dan berintegritas.</p> <p><em>Market manipulation is a serious violation within the capital market system that undermines investor confidence and disrupts economic stability. This article aims to analyze the role of capital market law in preventing market manipulation practices in Indonesia. The study adopts a normative juridical approach and qualitative analysis based on legal frameworks and actual market practices. The findings reveal that manipulative schemes such as pump and dump, matched orders, and the spread of misleading information remain prevalent. Despite adequate regulations and active oversight from OJK and the Indonesia Stock Exchange (BEI), enforcement effectiveness remains constrained by technical and institutional challenges. The article concludes that achieving a fair, transparent, and credible capital market requires a combination of legal enforcement, enhanced monitoring systems, and improved financial literacy.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/12903 ANALISIS HUKUM TERHADAP KEPAILITAN ANAK USAHA BUMN DAN PRINSIP STATE IMMUNITY 2025-06-29T12:40:42+00:00 Asma Putri Salsabila aputrisalsabila31@gmail.com Alrin Tambunan pagarajialrin@gmail.com Tony Mirwanto boxtony85@gmail.com <p>Penelitian ini membahas kedudukan hukum anak usaha Badan Usaha Milik Negara&nbsp; dalam perkara kepailitan serta sejauh mana prinsip kekebalan negara (state immunity) dapat diterapkan terhadap entitas tersebut. Anak usaha BUMN umumnya berbentuk Perseroan Terbatas dan menjalankan kegiatan usaha yang bersifat komersial. Meskipun terdapat hubungan struktural dan modal dengan negara, secara hukum anak usaha BUMN merupakan subjek hukum yang berdiri sendiri dan tunduk pada sistem hukum privat. Dalam praktiknya, masih terdapat inkonsistensi dalam putusan pengadilan niaga terkait permohonan pailit terhadap anak usaha BUMN, yang sebagian dipengaruhi oleh pertimbangan non-yuridis seperti peran strategis dan keterkaitan dengan kebijakan negara. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, serta studi kasus putusan pengadilan niaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usaha BUMN tidak seharusnya memperoleh kekebalan hukum dalam perkara kepailitan karena mereka beroperasi sebagai pelaku usaha biasa dan memiliki tanggung jawab korporasi terhadap kewajiban hukumnya, termasuk utang kepada kreditur. Prinsip kekebalan negara hanya berlaku dalam ruang lingkup tindakan pemerintahan yang bersifat publik, bukan terhadap kegiatan bisnis yang bersifat profit-oriented. Sehingga harus ada penegasan batasan hukum oleh lembaga peradilan dan pembentuk undang-undang agar asas kesetaraan di hadapan hukum serta kepastian hukum bagi para kreditur dapat terjamin.</p> <p><em>This research examines the legal standing of state-owned enterprise subsidiaries in bankruptcy proceedings and the extent to which the principle of state immunity may be applied to such entities. Most SOE subsidiaries in Indonesia are established as limited liability companies and operate in commercial sectors. Although they are structurally and financially linked to the state, these subsidiaries are separate legal entities governed by private law. In practice, inconsistencies remain in commercial court rulings regarding bankruptcy petitions filed against SOE subsidiaries. Some decisions are influenced by non-legal considerations, such as the company’s strategic role or state interest. This study uses a normative juridical method, relying on statutory regulations, legal doctrines, and analysis of relevant court decisions The results indicate that SOE subsidiaries should not be granted immunity in bankruptcy cases, as they function as regular business entities with independent legal responsibilities, including obligations to creditors. The principle of state immunity applies only to acts of sovereignty (acta jure imperii), not to commercial activities. Therefore, clearer legal boundaries are needed from the judiciary and lawmakers to ensure equality before the law and legal certainty, especially in upholding the rights of creditors in bankruptcy proceedings involving state-linked enterprises.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/14039 IMPLIKASI HUKUM DAN KEBIJAKAN TERHADAP ANAK BERKEWARGANEGARAAN GANDA DI INDONESIA: TINJAUAN NORMATIF DAN PRAKTIK IMPLEMENTATIF 2025-07-25T07:34:15+00:00 Khirana Nadiva Ghazani khiranandva@gmail.com Devina Yuka Utami devina@poltekim.ac.id Alrin Tambunan alrintambunan1005@gmail.com <p>Penelitian ini membahas secara mendalam mengenai implikasi hukum dan kebijakan terhadap Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG) di Indonesia dalam konteks normatif dan implementatif. Fenomena ABG merupakan dampak dari mobilitas global, perkawinan campuran, dan ketidaksinkronan sistem administrasi negara. Melalui studi kasus terhadap Angelina Sephora Sievert, penelitian ini menunjukkan bagaimana keterlambatan administratif dapat berakibat pada ketidakpastian status kewarganegaraan anak, serta perlunya evaluasi terhadap kebijakan yang kaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis peraturan nasional dan internasional, serta data administratif dari lembaga terkait. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya reformasi sistem informasi lintas lembaga, peninjauan regulasi, serta penguatan perlindungan administratif berbasis hak anak dan asas kepastian hukum. Temuan ini diharapkan menjadi kontribusi akademik dan kebijakan dalam menyusun sistem kewarganegaraan yang lebih responsif dan adaptif di Indonesia.</p> <p><em>This research explores the legal and policy implications concerning Dual Citizenship Children (Anak Berkewarganegaraan Ganda, ABG) in Indonesia from both normative and implementative perspectives. The phenomenon of ABG stems from increasing global mobility, mixed marriages, and administrative misalignments across state institutions. Using a case study of Angelina Sephora Sievert, this research highlights how administrative delays can jeopardize a child’s legal citizenship status and calls for a critical review of rigid legal procedures. Employing a normative juridical approach, this study analyzes national and international regulations alongside official administrative data. The findings emphasize the urgency of reforming inter-agency digital systems, revising legal instruments, and enhancing administrative protection grounded in child rights and legal certainty. The study contributes to academic discourse and offers practical recommendations for developing a more responsive and adaptive citizenship policy in Indonesia.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13129 IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY PT CHANDRA ASRI PACIFIC TBK DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS 2025-07-04T11:32:59+00:00 Shafwan Taufik shafwantaufik1308@gmail.com Robby Nurtresna robbynurtresna@gmail.com Mabsuti Ibnu Marhas ibnumarhas2@gmail.com <p>PT Chandra Asri Pacific Tbk sebagai perseroan terbatas berkewajiban dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indoensia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PT Chandra Asri Pacific Tbk ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program CSR. Penelitian ini menggunakan metodelogi penelitian hukum normatif empiris. Penelitian dilakukan dengan meneliti peraturan perundang-undangan, jurnal-jurnal hukun dan doktrin dalam ilmu hukum dikaitkan dengan keadaan sebenarnya. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari data hasil wawancara dan data sekunder berdasarkan data kepustakaan. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai CSR salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Berdasarkan indikator yang terdapat dalam pasal – pasal tersebut, implementasi CSR yang dilaksanakan oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012.</p> <p><em>PT Chandra Asri Pacific Tbk as a limited liability company is obliged to carry out social and environmental responsibility based on the provisions of legislation in Indonesia. This study aims to analyze how the implementation of Corporate Social Responsibility (CSR) of PT Chandra Asri Pacific Tbk is viewed from Government Regulation Number 47 of 2012 concerning Social and Environmental Responsibility of Limited Liability Companies and to find out the factors that influence the implementation of CSR programs. This research uses empirical normative legal research methodology. The research was conducted by examining laws and regulations, law journals and doctrines in legal science associated with the actual situation. The data sources used are primary data obtained from interview data and secondary data based on literature data. One of the statutory provisions governing CSR is Government Regulation No. 47 of 2012 concerning Social and Environmental Responsibility of Limited Liability Companies. Based on the indicators contained in these articles, the implementation of CSR carried out by PT Chandra Asri Pacific Tbk is in accordance with Government Regulation No. 47 of 2012.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13353 PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI (STUDI KASUS KERJA SAMA PRAKIN ANTARA FAKULTAS HUKUM UNIHAZ DENGAN TRAVEL AGENT LAUTAN BIRU NUSANTARA) 2025-07-08T22:15:15+00:00 Ririn Agustina ririnagustina760@gmail.com Marlinah marnilahdjamri@gmail.com <p>Penelitian ini mengkaji kasus wanprestasi yang dilakukan oleh CV Lautan Biru Nusantara (LBN) dalam pelaksanaan kegiatan Praktek Industri dan Lapangan (PRAKIN) Fakultas Hukum Universitas Hazairin (UNIHAZ). Meskipun perjanjian kerja sama telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), pelaksanaannya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap kewajiban kontraktual yang disepakati. CV LBN tidak menghadirkan armada transportasi pada hari keberangkatan sebagaimana dijanjikan, tanpa pemberitahuan, permintaan maaf, atau solusi alternatif, yang merupakan bentuk wanprestasi absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1239 KUHPerdata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab wanprestasi dan bentuk perlindungan konsumen terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan CV LBN. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal (hukum empiris) dengan jenis penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dengan panitia dan peserta PRAKIN sebagai data primer, serta studi kepustakaan sebagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanprestasi terjadi bukan karena kelemahan isi kontrak, tetapi disebabkan oleh lemahnya manajemen internal, rendahnya profesionalisme, dan tidak adanya komunikasi dari pihak LBN. Tindakan ini telah menimbulkan kerugian materiil, gangguan terhadap kegiatan akademik, menurunnya kredibilitas institusi, dan tekanan psikologis terhadap pihak kampus. Dari perspektif hukum perlindungan konsumen, tindakan LBN telah melanggar hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta bertentangan dengan prinsip kepastian hukum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen institusional perlu diperkuat melalui pengawasan kontrak, peningkatan kesadaran hukum, serta mekanisme penegakan hukum yang efektif.</p> <p><em>This research examines a case of breach of contract committed by CV Lautan Biru Nusantara (LBN) in the implementation of the Industrial and Field Practice Program (PRAKIN) of the Faculty of Law, Universitas Hazairin (UNIHAZ). Although the cooperation agreement met the legal requirements of a valid contract under Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), its implementation revealed non-compliance with the contractual obligations agreed upon. LBN failed to provide transportation on the scheduled departure date without prior notice, apology, or any alternative solution, which constitutes an absolute breach of contract as defined in Article 1239 of the Civil Code. The aim of this study is to identify the underlying factors causing the breach and to analyze the forms of consumer protection available for the resulting losses. The research employs a socio-legal (empirical legal) approach with a qualitative method. Primary data were collected through interviews with PRAKIN committee members and student participants, while secondary data were obtained through literature review. The findings indicate that the breach was not due to deficiencies in the contract itself, but rather resulted from weak internal management, a lack of professionalism, and poor communication on the part of LBN. These actions caused material losses, disrupted academic activities, damaged institutional credibility, and created psychological distress among faculty members and students. From the perspective of consumer protection law, LBN’s actions violated consumers’ rights as regulated under Articles 4 and 7 of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection, and contradicted the constitutional principle of legal certainty as stated in Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution. This study concludes that legal protection for institutional consumers must be strengthened through stricter contract enforcement, enhanced legal awareness, and more effective dispute resolution mechanisms.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/12964 RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI SARANA PEMULIHAN ATAU LEGITIMASI PEMERASAN: (STUDI YURIDIS ATAS PUTUSAN NO. 39/PID.B/2021/PN BMS) 2025-06-30T22:20:50+00:00 Andi Darti andidarti@gmail.com Zainal Arifin Husein guesst@jurnalhst.com <p>Restorative justice (RJ) diidealkan sebagai pendekatan pemulihan yang berlandaskan keadilan substantif antara pelaku dan korban. Namun dalam praktiknya (das Sein), RJ dapat berubah menjadi instrumen penyimpangan ketika digunakan oleh aktor-aktor eksternal sebagai sarana pemerasan terselubung. Kajian ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang umumnya mengagungkan RJ sebagai paradigma solutif, tanpa mengkritisi ruang gelapnya. Studi ini mengambil Putusan No. 39/Pid.B/2021/PN Bms sebagai pintu masuk analisis, yakni perkara pemerasan yang dilakukan oleh seorang anggota LSM antikorupsi terhadap lima kepala desa di Banyumas, berkedok penyelesaian damai. Kasus ini membuka pertanyaan kritis tentang kemungkinan penyalahgunaan RJ sebagai alat legitimasi pemerasan, terutama ketika pelaku bukan bagian dari relasi langsung korban-pelaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan pendekatan dekonstruktif terhadap konsep RJ. Data dianalisis secara kualitatif melalui studi putusan pengadilan, analisis peraturan (khususnya Perpol No. 8 Tahun 2021), dan literatur hukum pidana serta etika hukum. Putusan Siswo Subroto menunjukkan bahwa praktik RJ dalam kenyataannya (das Sein) dapat dimanipulasi oleh pihak ketiga untuk meminta kompensasi dengan ancaman reputasi. Penyelesaian “damai” menjadi sarana kriminalisasi terselubung yang dilegitimasi oleh kekosongan hukum. Negara belum memiliki filter etik atau batas hukum yang mencegah terjadinya praktik transaksionalisasi keadilan dalam bingkai RJ. Putusan ini juga menyoroti absennya standar etik, batas nilai, dan pengawasan aparat hukum dalam pelaksanaan RJ. Penelitian ini menyoroti gap antara das Sein dan das Sollen: RJ sebagai ideal hukum (das Sollen) yang menjanjikan pemulihan, justru dalam kenyataannya (das Sein) dapat membuka ruang pemerasan. Kritik terhadap RJ tidak hanya ditujukan pada pelaksanaannya, tetapi juga terhadap struktur hukum yang membiarkan kekosongan ini berlangsung. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaruan hukum nasional yang mencakup regulasi etik, mekanisme pengawasan, dan batas yuridis dalam praktik RJ agar tidak menjadi alat manipulasi dan pelanggengan relasi kuasa.</p> <p><em>Restorative justice (RJ)&nbsp; is&nbsp; ideally&nbsp; conceived as a reparative approach grounded in substantive justice between offenders and victims.&nbsp; However, in practice (das Sein), RJ can be distorted&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; into an instrument of abuse when external actors exploit it as a tool for covert extortion.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; This&nbsp; study diverges from previous research that generally glorifies RJ as a solution - oriented paradigm, by critically examining its darker potential. It takes Judicial Decision No. 39/Pid.B/ 2021/PN Bms&nbsp; as a point of analysis a case involving extortion by a self-proclaimed anti-corruption NGO&nbsp;&nbsp; member against five village heads in&nbsp; Banyumas, under the guise of a “peaceful settlement.” This case raises critical questions about the misuse of RJ as a means of legitimizing extortion, particularly when the offender is not in a direct offender-victim relationship. This research employs a normative legal approach and a deconstructive critique of the RJ&nbsp;&nbsp;&nbsp; concept. Data is analyzed qualitatively through court decision analysis, regulatory frameworks (particularly Police Regulation No. 8 of 2021), and legal literature in criminal law and legal&nbsp;&nbsp;&nbsp; ethics. The Siswo Subroto decision reveals that RJ practices in reality (das Sein) may be manipulated &nbsp;by third parties to demand compensation under the threat of reputational damage. The so-called “peaceful resolution” becomes a covert tool of criminalization, legitimized by legal and &nbsp;ethical loopholes. The state currently lacks ethical filters and legal boundaries to prevent the transactional distortion of justice in the name of RJ. This&nbsp; ruling&nbsp; also highlights the absence of ethical standards, value limits, and oversight mechanisms in RJ implementation. This&nbsp; study&nbsp; underscores&nbsp; the&nbsp; gap&nbsp; between das Sein and das Sollen:&nbsp; RJ&nbsp; as&nbsp; a&nbsp; legal&nbsp; ideal (das&nbsp; Sollen) promising reconciliation, yet in practice (das Sein) opens space for extortion. The critique is&nbsp; not only aimed at its implementation but also at the legal structure that allows &nbsp;this void to persist. Therefore, national legal reform is necessary to establish ethical regulations, oversight mechanisms, and legal boundaries in RJ practices to prevent it from becoming a tool&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; of manipulation and institutionalized power imbalance.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13200 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DIFABEL (PENYANDANG DISABILITAS) SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI POLRES REJANG LEBONG 2025-07-05T18:23:51+00:00 Adelia Ananda Putri adeliananadaputri@gmail.com Ependi h.ependi.sh.mh@gmail.com <p>Indonesia adalah negara hukum, sehingga setiap tindakan warga harus sesuai aturan dan norma yang berlaku. Hukum berperan penting dalam mengatur perilaku masyarakat. Tanpa hukum, tatanan negara akan kacau. Saat ini, tindak kriminal terus meningkat dengan cara dan alat yang semakin modern, sehingga makin meresahkan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap perempuan disabilitas sebagi korban kekerasan seksual di Indonesia khusunya di Kabupaten Rejang Lebong Oleh Kepolisian, karena dapat menimbulkan keresahan terhadap masyarakat dan orang tua serta ketentraman masyarakat.serta mengidentifikasi hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum empiris (socio-legal) dengan pendekatan deskriptif. Polres Rejang Lebong melalui Unit PPA telah berupaya memberikan perlindungan hukum bagi perempuan penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual. Upaya preventif dilakukan lewat sosialisasi di sekolah dan masyarakat, guna meningkatkan pemahaman tentang kekerasan seksual dan hak korban difabel. Upaya represif dilakukan melalui proses penyidikan dan pendampingan selama proses hukum.Namun, pelaksanaan belum maksimal karena keterbatasan fasilitas dan tenaga terlatih.Minimnya laporan dari korban juga menjadi hambatan, akibat rasa malu dan tekanan sosial.Fasilitas ramah disabilitas dan pemahaman aparat masih perlu ditingkatkan.Dibutuhkan kerja sama antara kepolisian, UPTD PPA, DPPPA, dan lembaga pendamping.Agar perlindungan hukum berjalan efektif dan korban mendapat keadilan yang layak.</p> <p><em>Indonesia is a state based on the rule of law, where every citizen's actions must conform to the prevailing rules and norms. Law plays a vital role in regulating societal behavior. Without law, the order of the nation would collapse. Today, criminal acts are increasing in both number and sophistication, causing growing public concern. This research aims to examine the legal protection afforded to women with disabilities who are victims of sexual violence in Indonesia, particularly in Rejang Lebong Regency by the Police, as such crimes cause unrest among communities, parents, and disrupt public peace. The study also seeks to identify the challenges faced in its implementation. This research uses an empirical legal method (socio-legal approach) with a descriptive approach. The Rejang Lebong Police, through its Women and Children Protection Unit (Unit PPA), have made efforts to provide legal protection for women with disabilities who are victims of sexual violence. Preventive measures include conducting socialization and awareness campaigns in schools and local communities to increase understanding of sexual violence and the rights of persons with disabilities. Repressive efforts are carried out through investigations and legal proceedings, with support and assistance provided to the victims throughout the legal process.However, the implementation of these efforts remains suboptimal due to limited accessible facilities and a lack of trained personnel. Additionally, underreporting by victims—caused by shame and social pressure—presents a significant obstacle. Disability-friendly facilities and officers’ understanding of the needs of disabled victims need to be improved. Therefore, strong collaboration between the police, UPTD PPA, DPPPA, and legal aid institutions is necessary to ensure that legal protection is carried out effectively and that victims receive the justice they deserve.</em></p> <p>&nbsp;</p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/12960 PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PEDOMAN JAKSA AGUNG NO 18 TAHUN 2021 (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI BENGKALIS) 2025-06-30T21:41:52+00:00 M.Farhan Alia m.farhan5638@student.unri.ac.id Sukamarriko Andrikasmi sukamarriko@lecturer.unri.ac.id Davit Rahmadan davit.ramadhan@lecturer.unri.ac.id <p><em>This research examines the implementation of restorative justice in narcotics crimes based on the Attorney General's Guidelines No. 18 of 2021 at the Bengkalis District Attorney's Office. The narcotics crime is an extraordinary crime that threatens the nation's generation. The research uses sociological legal research methods with descriptive analytical approaches. Data was collected through interviews with prosecutors, suspects, victims, and document studies at the Bengkalis District Attorney's Office. The research results show that the Bengkalis District Attorney's Office has implemented restorative justice for narcotics crimes through several stages: examination of criminal evidence, suspect qualification, criminal qualification and compliance with applicable articles, element of guilt (mens rea) in the suspect, examination of the suspect, and recommendations from integrated assessment results. The implementation is based on Attorney General Regulation No. 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice and Attorney General Guidelines No. 18 of 2021. The main obstacles in implementation include the prosecutor's office not being directly involved in the investigation process, so they do not know whether the perpetrator can undergo restorative justice, whether the perpetrator is truly a drug addict, and whether the evidence is consumable. Additionally, there is no law that explicitly gives authority to the prosecutor's office to take rehabilitative action at the prosecution stage. To overcome these obstacles, the prosecutor's office conducts profiling and inter-sector coordination. The conclusion shows that restorative justice implementation for narcotics crimes has been carried out according to established procedures, but there are still obstacles that need to be addressed through better coordination between law enforcement agencies and the addition of rehabilitation facilities. This approach reflects commitment to humane law enforcement oriented toward recovery, not merely punishment, especially for narcotics abuse victims.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13140 PERAN LEMBAGA PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM: ANTARA ETIKA DAN KEPATUHAN 2025-07-04T14:00:33+00:00 Bahmid bahmid1979@gmail.com Mulianaputri liaputri6@icloud.com Dinda Agustin Br Situmorang dindaagustin0509@gmail.com Teguh Sangkot Hasibuan teguhhasibuan44@gmail.com Dormada Lestari Luhur Sitorus dormadalestariluhur@gmail.com <p>Lembaga profesi penunjang pasar modal memegang peranan penting dalam menciptakan transparansi dan akuntabilitas aktivitas pasar modal di Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran mereka dari perspektif hukum dengan menyoroti keterkaitan antara kepatuhan hukum dan etika profesi. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan, kode etik profesi, serta praktik empiris. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun kerangka hukum sudah tersedia, implementasi prinsip etika seperti integritas dan independensi masih menghadapi tantangan serius, termasuk lemahnya sistem pengawasan dan penegakan disiplin. Artikel ini menekankan pentingnya sinergi antara hukum dan etika profesi dalam membangun tata kelola pasar modal yang berintegritas dan berkelanjutan.</p> <p><em>Supporting professional institutions in the capital market play a vital role in ensuring transparency and accountability within Indonesia's capital market activities. This article aims to analyze their legal standing and ethical responsibilities, focusing on the intersection between legal compliance and professional ethics. The study adopts a normative juridical approach by examining statutory regulations, professional codes of ethics, and practical implementation. The findings reveal that while legal frameworks are in place, the implementation of ethical principles such as integrity and independence remains problematic due to weak oversight and enforcement mechanisms. The article highlights the need for stronger synergy between law and ethics to foster a capital market governance system that is both credible and sustainable.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/12915 PEMBAHARUAN HUKUM KENOTARIATAN DALAM MENYIKAPI AKTA SILUMAN: KAJIAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA 2025-06-30T08:18:12+00:00 Erry Ariany Sunarya erry_drb287@yahoo.com Zainal Arifin Husein guest@jurnalhst.com <p>Praktik “akta siluman” dalam kenotariatan memicu ketidakpastian hukum, khususnya bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Akta siluman adalah akta otentik yang tampak sah namun tidak dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kebutuhan pembaharuan hukum kenotariatan serta mengkaji bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan studi literatur dan analisis yurisprudensi. Hasil kajian menunjukkan lemahnya pengawasan serta belum optimalnya digitalisasi sistem notariat menjadi faktor pendorong munculnya akta siluman. UUJN juga belum mengatur sanksi secara rinci terhadap pelanggaran prinsip kehadiran formal. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi hukum melalui digitalisasi, penguatan sanksi, dan sistem verifikasi partisipatif. Pihak ketiga yang dirugikan harus dijamin perlindungan hukumnya melalui mekanisme restitusi dan kepastian hukum. Penelitian ini merekomendasikan penguatan norma UUJN dan pengawasan institusional yang lebih efektif.</p> <p><em>The practice of "phantom deeds" in notarial affairs has triggered legal uncertainty, particularly for third parties acting in good faith. A phantom deed refers to an authentic document that appears valid but was never executed and signed before a notary as required by the Indonesian Notary Law (UUJN). This study aims to evaluate the need for legal reform in notarial regulations and to examine legal protection mechanisms for third parties. The research employs a normative juridical method through literature review and jurisprudential analysis. The findings indicate that weak oversight and the lack of optimal digital verification systems have contributed to the emergence of phantom deeds. Furthermore, UUJN does not comprehensively regulate sanctions for violations of the formal presence requirement. Therefore, legal reform is needed through digitalization, stronger sanctions, and participatory verification systems. Legal protection for affected third parties should ensure restitution and legal certainty. This study recommends strengthening UUJN norms and enhancing institutional oversight.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/14067 PEMBAHARUAN HUKUM DI INDONESIA: TANTANGAN DAN ARAH KE DEPAN 2025-07-26T05:53:23+00:00 Hans Karyose hanskaryose@gmail.com Zainal Arifin Hoesein guest@jurnalhst.com <p>Pembaharuan hukum di Indonesia merupakan agenda strategis dalam rangka memperkuat sistem hukum nasional yang demokratis, adil, dan responsif terhadap dinamika sosial. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh warisan hukum kolonial terhadap sistem hukum Indonesia, mengevaluasi efektivitas reformasi hukum pasca-reformasi 1998, serta mengidentifikasi tantangan dan arah kebijakan hukum ke depan. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, penelitian ini menelaah regulasi, praktik penegakan hukum, serta peran institusi negara dalam proses reformasi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia masih dibayangi oleh karakteristik hukum kolonial yang formalistik dan tidak sepenuhnya akomodatif terhadap nilai-nilai lokal dan partisipasi masyarakat. Meski telah dilakukan sejumlah pembaharuan kelembagaan dan legislasi, tantangan dalam bentuk tumpang tindih regulasi, lemahnya penegakan hukum, dan rendahnya akuntabilitas masih menjadi hambatan serius. Oleh karena itu, pembaharuan hukum ke depan harus dilandaskan pada prinsip keadilan substantif, partisipasi publik, serta pemanfaatan teknologi untuk mewujudkan sistem hukum yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.</p> <p><em>Legal reform in Indonesia is a strategic agenda aimed at strengthening a democratic, just, and socially responsive national legal system. This study seeks to analyze the influence of colonial legal heritage on Indonesia’s legal system, evaluate the effectiveness of post-1998 legal reforms, and identify the challenges and policy directions for future legal development. Using a normative juridical and sociological juridical approach, the research examines regulations, law enforcement practices, and the role of state institutions in the legal reform process. The findings indicate that Indonesia’s legal system is still influenced by colonial legal characteristics, which tend to be formalistic and insufficiently accommodative of local values and public participation. Although several institutional and legislative reforms have been implemented, persistent challenges such as regulatory overlap, weak law enforcement, and low accountability remain significant obstacles. Therefore, future legal reforms must be grounded in the principles of substantive justice, public participation, and technological advancement to establish an inclusive, adaptive, and sustainable legal system.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13137 PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN VONIS TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DILIHAT DARI PERSPEKTIF KEADILAN GENDER 2025-07-04T13:21:57+00:00 Septian Anggream Putri septian.anggream1386@student.unri.ac.id Davit Rahmadan davit.rahmadan@lecturer.unri.ac.id Ferawati ferawati@lecturer.unri.ac.id <p>Penelitian ini tidak terlepas dari konsep keadilan gender. Keadilan gender (gender equity) adalah kondisi perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki, hal mana berbeda dengan konsep kesetaraan gender (gender equality) yang merupakan kesamaan kondisi dan posisi bagi keduanya untuk memperoleh hak dan kesempatan. Dalam konteks penelitian ini, penting untuk mengevaluasi apakah vonis hakim telah memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, menghindari diskriminasi, dan ketidakadilan struktural dalam penanganan kasus perempuan pelaku tindak pidana. Secara komprehensif dikaji pengaturan tentang perlakuan terhadap perempuan pelaku tindak pidana di Indonesia dan sudut pandang Hakim selama ini dalam memutus perkara pidana perempuan, serta dilakukan analisa terkait pengaturan hakim tentang perlakuan terhadap perempuan pelaku tindak pidana dalam perspektif keadilan gender. Pada tataran metodologi penelitian, secara spesifik peneliti menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang mana melihat aspek hukum positif dan mengkaji asas hukum. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kajian kepustakaan, sedangkan analisis data menggunakan pendekatan analisis kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Hasil analisis akan disajikan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum menjadi pernyataan yang bersifat khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, Pengaturan terkait perempuan pelaku tindak pidana di Indonesia berkaitan erat dengan upaya menghadirkan keadilan gender. PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara PBH merupakan trobosan yang bermuatan positif, namun dengan mempertimbangan fakta-fakta, masih diperlukan optimalisasi dan evaluasi pada pengaturan a quo, utamanya terkait klausal-klausal yang berkaitan dengan penanganan dan implementasi pedoman dalam memutus perkara perempuan pelaku tindak pidana. Kedua, Pengaturan hakim terkait perlakuan terhadap perempuan pelaku tindak pidana sekurang-kurangnya harus berperspektif keadilan gender. Keseragaman dalam prinsip pengambilan keputusan memastikan bahwa pertimbangan hukum selaras dengan tujuan pemidanaan, sehingga dapat dicegah disparitas putusan yang tidak adil, baik terlalu ringan maupun terlalu berat, sehingga perempuan sebagai pelaku tindak pidana tetap diperlakukan sesuai dengan asas kesetaraan dalam hukum. Selain itu, perlu ditambahkan beberapa klausul-klausul yang relevan dan mengintegrasikan keadilan gender.</p> <p><em>This study is closely tied to the concept of gender justice. Gender equity refers to the condition of fair treatment of both women and men, which is distinct from the concept of gender equality, which emphasizes equal conditions and positions for both to obtain rights and opportunities. In the context of this research, it is essential to evaluate whether judicial rulings have considered gender justice and equality, avoided discrimination, and addressed structural injustices in handling cases involving female offenders. This study comprehensively examines the legal framework for treating female offenders in Indonesia and the perspective of judges in criminal cases involving women, alongside an analysis of judicial regulations regarding the treatment of female offenders from a gender justice standpoint. Regarding the research methodology, the study specifically employs a normative legal research approach, which examines positive law and legal principles. The data used are secondary sources, including primary, secondary, and tertiary legal materials. Data collection was conducted through a literature review, while data analysis was carried out using a qualitative approach that produces descriptive data. The results of the analysis will be presented deductively, moving from general statements to more specific conclusions. The findings of the study indicate that, first, the regulations concerning female offenders in Indonesia are closely linked to efforts to promote gender justice. The Supreme Court Regulation No. 3 of 2017 concerning Guidelines for Adjudicating Women's Criminal Cases is a positive breakthrough; however, based on the facts, further optimization and evaluation of the regulation are needed, particularly with regard to clauses related to the handling and implementation of guidelines in criminal cases involving female offenders. Second, judicial regulations regarding the treatment of female offenders must, at the very least, adopt a gender justice perspective. Consistency in decision-making principles ensures that legal considerations align with the objectives of criminal punishment, thereby preventing unjust disparities in sentencing, whether overly lenient or excessively harsh. This ensures that female offenders are treated in accordance with the principle of equality under the law. Moreover, additional relevant clauses should be added to better integrate gender justice into the judicial process.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13868 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR DALAM TRANSAKSI PASAR MODAL AKIBAT PRAKTIK PENIPUAN 2025-07-21T09:15:07+00:00 Resita Rahma Bastian resitarahmabastian16@gmail.com Sohirin sohirinrrr@gmail.com Masdar Bakhtiar masdarbakhtiar@poltekim.ac.id <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk-bentuk praktik penipuan dalam transaksi pasar modal serta menganalisis perlindungan hukum yang diberikan kepada investor di Indonesia. Penelitian menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, berfokus pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal serta peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik penipuan di pasar modal meliputi manipulasi pasar, penyebaran informasi palsu, penipuan dalam penawaran umum, insider trading, serta skema Ponzi. Perlindungan hukum terhadap investor diberikan melalui pengaturan kewajiban transparansi dan keterbukaan informasi oleh emiten, pengawasan dan sanksi administratif maupun pidana oleh OJK, serta mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Perlindungan ini bertujuan untuk menjaga integritas pasar modal, meningkatkan kepercayaan investor, serta mencegah kerugian akibat praktik penipuan.</p> <p><em>The research investigates the legal protection mechanisms available to investors in the Indonesian capital market in response to fraudulent practices that undermine market integrity and investor trust. Employing a normative juridical research method with a statutory and conceptual approach, the study analyzes relevant legislation, particularly Law Number 8 of 1995 on Capital Markets, as well as Financial Services Authority regulations. The findings reveal that fraudulent activities in capital market transactions commonly take the form of market manipulation, dissemination of false or misleading information, fraudulent public offerings, insider trading, and Ponzi schemes. Legal protection for investors is provided through preventive and repressive measures, including transparency obligations for issuers, administrative and criminal sanctions, as well as dispute resolution mechanisms under the supervision of the Financial Services Authority. The study concludes that a robust legal framework and consistent regulatory enforcement are essential to safeguarding investors’ rights and maintaining public confidence in the capital market.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13011 KONSEP DASAR KOMUNIKASI POLITIK 2025-07-01T22:08:31+00:00 Marzuki marzuki1100000173@uinsu.ac.id Lia Agita Sari agita0404222053@uinsu.id Fitriani fitriani0404222034@uinsu.ac.id <p>Artikel ini membahas definisi, elemen, teori, model, serta peran komunikasi politik dalam sistem politik. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini mengkaji komunikasi politik sebagai proses penyampaian pesan yang bercirikan politik dengan tujuan memengaruhi opini dan tindakan publik. Komunikasi politik melibatkan berbagai elemen seperti komunikator politik, pesan politik, media politik, target politik, serta efek komunikasi yang dihasilkan. Selain itu, teori-teori seperti teori khalayak kepala batu, teori empati dan hemofili, serta teori informasi dan nonverbal turut digunakan untuk memahami dinamika komunikasi politik. Beberapa model komunikasi politik, seperti model deliberatif, media, multikultural, konsensus, dan unggul, dikaji dalam konteks implementasi kebijakan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi politik berperan dalam membangun citra politik, membentuk opini publik, serta meningkatkan partisipasi politik dalam pemilihan umum. Dengan demikian, komunikasi politik merupakan aspek penting dalam proses politik, baik di tingkat domestik maupun dalam hubungan antarnegara.</p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13201 ANALISIS KOMPARATIF HUKUM WARIS DI INDONESIA DAN MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 2025-07-05T18:52:12+00:00 Sonitehe Halawa sonitehehalawa9@gmail.com Yaniman Gulo yanimangulo123@gmail.com Agus Ria Wati Mendrofa agusriawatimendrofa200899@gmail.com Kadimani Buulolo buulolodimani1@gmail.com Sri Wenti Buulolo wentybul04@gmail.com Sitepu Karolina sitepukarolina@utnd.ac.id <p>Artikel ini menganalisis secara komparatif hukum waris di Indonesia dan Malaysia, dua negara yang memiliki latar belakang hukum perdata yang dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa, namun dengan adaptasi dan perkembangan yang berbeda.&nbsp; Analisis ini akan membandingkan sistem hukum waris, pembagian harta warisan, serta peranan agama dalam pengaturan hukum waris di kedua negara,&nbsp; dengan tujuan untuk mengidentifikasi kesamaan, perbedaan, dan implikasi dari perbedaan tersebut.</p> <p><em>This comparative study analyzes inheritance law in Indonesia and Malaysia, two countries with civil law systems influenced by European legal traditions but with distinct adaptations and evolutions.&nbsp; The analysis compares inheritance systems, the distribution of inherited assets, and the role of religion in regulating inheritance in both countries.&nbsp; The aim is to identify similarities, differences, and the implications of these differences, providing insights into the complexities of inheritance law in Southeast Asia and the interplay between legal systems and cultural contexts.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/12962 ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KETENTUAN PASAL 24 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL 2025-06-30T21:59:13+00:00 Rahmat Hidayat rahmat.hidayat3225@student.unri.ac.id Davit Rahmadan davit.rahmadan@lecturer.unri.ac.id Erdianto Effendi erdianto.effendi@lecturer.unri.ac.id <p><em>Sexual violence is a crime that has affected the lives of many people throughout history and today. Law No. 12 of 2022 concerning Criminal Acts of Sexual Violence (UU TPKS) brings significant reforms in the Indonesian criminal justice system, one of which is the qualification of physical evidence as part of legal evidence in Article 24. This research examines the application of Article 24 of the UU TPKS in court decisions, particularly in the Pekanbaru District Court Decision No.46/Pid./B/2022/PN.PBR. This research uses a normative juridical method with a systematic legal approach. Primary legal materials include the 1945 Constitution, Criminal Procedure Code (KUHAP), and Law No. 12 of 2022. Secondary legal materials include legal literature, court decisions, and academic writings. Data analysis is conducted qualitatively with deductive conclusions. The research findings show that despite the existence of evidence and physical evidence presented at trial, including lie detector test results, language expert testimony, and forensic psychological examination results, the judge still did not apply Article 24 of the UU TPKS to convict the defendant. In the case decision No.46/Pid.B/2022/PN.PBR, the defendant was acquitted even though the evidence met the elements of sexual violence crimes. This contrasts with two other cases (Decision No. 74/Pid.B/2023/PN Lbs and No. 470/Pid.Sus/2023/PN Prb) where judges used physical evidence as part of legal evidence according to the UU TPKS. The conclusion of this research is that the application of Article 24 of the UU TPKS has not been consistent in judicial practice. Some judges still do not use physical evidence as part of legal evidence, resulting in difficulties in proving sexual violence crimes. It is recommended that law enforcement officials maximize the use of the UU TPKS to obtain conviction from physical evidence presented in sexual violence criminal cases.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/13142 PERAN POLITIK HUKUM DALAM MENJAMIN HAK ASASI MANUSIA DI NEGARA DEMOKRATIS 2025-07-04T15:10:49+00:00 Fasha Humaira humairafasha114@gmail.com Salsa Legistiana salsalegis@gmail.com Mutiara Ismi Azzahra azzahramutiara464@gmail.com Fahmi Ali Ramdhani fahmi.ali8@gmail.com <p>Peran politik hukum dalam menjamin hak asasi manusia (HAM) di negara demokratis menjadi elemen strategis dalam pembentukan sistem hukum yang responsif, adil, dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Politik hukum dipandang tidak hanya sebagai instrumen pembentuk regulasi normatif, tetapi juga sebagai cerminan arah ideologis negara dalam melindungi HAM secara struktural dan substantif. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, kajian ini mengidentifikasi bahwa politik hukum yang ideal mencakup reformasi regulasi berbasis HAM, penguatan kelembagaan yang independen, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, serta perlindungan terhadap kelompok rentan dan pembela HAM. Temuan ini menegaskan bahwa keberhasilan perlindungan HAM dalam sistem demokrasi sangat ditentukan oleh komitmen politik hukum yang berlandaskan pada prinsip keadilan, partisipasi publik, dan supremasi konstitusi.</p> <p><em>The role of legal politics in guaranteeing human rights (HR) in democratic countries is a strategic element in shaping a legal system that is responsive, just, and upholds democratic values. Legal politics is viewed not only as an instrument for forming normative regulations but also as a reflection of the state's ideological direction in protecting human rights both structurally and substantively. Using a qualitative approach, this study identifies that an ideal legal political strategy includes human rights-based regulatory reform, strengthening independent institutions, increasing public legal awareness, and ensuring protection for vulnerable groups and human rights defenders. The findings emphasize that the success of human rights protection in a democratic system greatly depends on a political commitment grounded in justice, public participation, and constitutional supremacy.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jksh/article/view/12959 PEMBERIAN HAK WARIS TERHADAP ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN PENGADILAN TEKAIT PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN OLEH ORANGTUA BIOLOGIS DI INDONESIA 2025-06-30T21:15:25+00:00 Cindy Nathasya Pardede cindy.nathasya5344@student.unri.ac.id Dasrol dasrol@lecturer.unri.ac.id Rahmad Hendra rahmad.hendra@lecturer.unri.ac.id <p>Anak adalah anugrah bagi kedua orangtua, Keberadaan anak luar kawin yang memperoleh pengakuan ayah atau ibunya menyangkut segala akibatnya di bidang pewarisan, kewarganegaraan, perwalian dan sebagainya. Pengakuan ini dapat dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan harus dicatat dalam akta kelahiran anak. Adapun yang perlu di perhatikan bagi anak yang berkewarganegaraan ganda yaitu dari segi perkawinan orang tuanya apakah perkawinannya sah atau tidak,dan kedudukan anak tersebut apakah anak kandung atau anak angkat. Karena hak waris anak yang lahir di luar perkawinan yang sah mempunyai perbedaan dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif . Dalam penelitian normatif ini bersifat deskriptis analitis, yaitu menggambarkan dan meenganalisis permasalahan yang dikemukakan yang bertujuan untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa telah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut hukum. Dalam penelitian hukum normatif sumber datanya adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya (objek penlitian), tetapi melalui sumber lain. Kedudukan hak waris anak&nbsp; luar kawin yang memiliki akta kelahiran dalam prespektif&nbsp; KUHPerdata dan Komplikasi Hukum Islam, terdapat perbedaan utama yaitu terletak pada pengakuan nasab anak luar kawin, di mana KUHPerdata memberikan peluang hubungan hukum dengan ayah melalui&nbsp; pengakuan yang dapat memperkuat hak waris, sedangkan dalam KHI hak waris&nbsp; hanya diakui jika pernikahan antara ayah dan ibu sah. Implikasi hak waris anak luar kawin yang memiliki akta kelahiran dalam prespektif KUHPerdata dan Komplikasi Hukum Islam dimana&nbsp; KUHPerdata, anak&nbsp; luar kawin dapat diakui dan mendapatkan hak waris dari ayah biologisnya melalui pengakuan, sedangkan dalam KHI, anak luar kawin dapat memperoleh hak warisnya dengan wasiat wajibah dengan memberikan sebagian harta kepada anak luar kawin, sehingga dapat memberikan perlindungan material tanpa mengubah prinsip nasab.</p> <p><em>Marriage registration is carried out so that the marriage that has taken place has strong and definite legal force. This legal certainty is what results in the emergence of rights and obligations between husband and wife, children who are born become legitimate children, the rights and obligations of parents towards their children, the right to inherit each other between husband and wife and children with parents, and for daughters, their fathers have the right to be their marriage guardians. Children in marriage are divided into two legitimate children and illegitimate children, there are many polemics that occur in household life that have a direct or indirect impact on the existence of children. In this case, there is a problem that arises if a child is born through an illegitimate relationship from his parents. The type of research used in this writing is the normative legal research method. In this normative research, it is descriptive analytical, namely describing and analyzing the problems presented which aim to provide legal arguments as a basis for determining whether an event is right or wrong and how the event should be according to law. In normative legal research, the data source is secondary data, namely data obtained not directly from the source (object of research), but through other sources. The position of the inheritance rights of illegitimate children who have birth certificates in the perspective of the Civil Code and the Complication of Islamic Law, there is a main difference, namely in the recognition of the lineage of illegitimate children, where the Civil Code provides the opportunity for a legal relationship with the father through recognition that can strengthen inheritance rights, while in the KHI inheritance rights are only recognized if the marriage between the father and mother is valid. The implications of the inheritance rights of illegitimate children who have birth certificates in the perspective of the Civil Code and the Complication of Islamic Law where the Civil Code, illegitimate children can be recognized and obtain inheritance rights from their biological father through recognition, while in the KHI, illegitimate children can obtain their inheritance rights with a mandatory will by giving part of the property to the illegitimate child, so that it can provide material protection without changing the principle of lineage.</em></p> 2025-07-30T00:00:00+00:00 Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kritis Studi Hukum