PENGATURAN KOMINIKASI MASSSA DALAM UU ITE SEBAGAI BENTUK PERLIDUNGAN MASYARAKAT DI MATA HUKUM (STUDI KASUS GRUP FB FANTASI SEDARAH 2025)

Penulis

  • Winda Kustiawan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Nuzulul Furqan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Kata Kunci:

UU ITE, FB, Anak

Abstrak

Kasus grup Facebook Fantasi Sedarah menjadi sorotan nasional karena mengandung konten penyimpangan seksual yang menyasar anak-anak dan menormalisasi praktik inses di ruang digital. Fenomena ini menunjukkan bahwa ruang aman bagi anak semakin tergerus, termasuk dari lingkungan yang mestinya menjadi tempat perlindungan utama: keluarga dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana komunikasi massa dan komunikasi interpersonal, khususnya dalam keluarga, gagal mencegah terjadinya penyimpangan serta kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka, yang merujuk pada jurnal ilmiah, artikel hukum, berita aktual, serta dokumen resmi dari lembaga negara. Data dianalisis secara naratif untuk memahami keterkaitan antara lemahnya komunikasi dan maraknya kejahatan seksual di ruang digital. Pembahasan menyoroti bahwa komunikasi yang tidak efektif—baik dari sisi pemerintah melalui komunikasi massa maupun dari orang tua dalam komunikasi sehari-hari—menjadi faktor utama yang memperbesar celah bagi pelaku kekerasan untuk beraksi. Sosialisasi perlindungan anak masih bersifat formal dan satu arah, belum menyentuh sisi emosional dan partisipatif masyarakat. Selain itu, keterbatasan pengawasan pemerintah terhadap platform digital internasional juga turut memperparah situasi. Penutup dari penelitian ini menekankan bahwa perlindungan terhadap anak tidak cukup hanya dengan hukum dan kebijakan, melainkan harus dimulai dari pembentukan budaya komunikasi yang terbuka, jujur, dan berpihak pada keselamatan anak, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.

The case of the Facebook group Fantasi Sedarah sparked national outrage due to its sexually deviant content targeting children and its normalization of incest as a form of fantasy within digital spaces. This phenomenon reveals that the safe spaces for children are increasingly eroded, including within the family and community environments that are expected to serve as their primary sources of protection. This study aims to examine how mass communication and interpersonal communication particularly within families have failed to prevent deviant behavior and sexual violence against children. A qualitative approach is employed through a literature review method, referring to scholarly journals, legal documents, current news articles, and official government sources. The data is analyzed narratively to explore the connection between weak communication and the growing prevalence of sexual crimes in digital spaces. The discussion reveals that ineffective communication both in mass media messaging from the government and in daily parent-child interaction has contributed to widening the gap exploited by perpetrators. Efforts to raise public awareness remain formal and top-down, lacking emotional engagement and public participation. Furthermore, the government's limited authority over global digital platforms worsens the issue. This study concludes that child protection cannot rely solely on legal and policy instruments; it must begin with the cultivation of open, honest, and child-centered communication practices, both offline and online.

Unduhan

Diterbitkan

2025-06-29