TINJAUAN YURIDIS NORMATIF TERHADAP PENERAPAN HUKUM QANUN: STUDI KASUS PELAKU LGBT DAN POTENSI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA SECARA GLOBAL

Penulis

  • Mellysyah Dewi Sartika Srg Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Siti Nur Fadillah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Nova Syafitri Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Lyona Beby Melinda Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
  • Dimas Zaky Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Kata Kunci:

LGBT, Qanun Aceh, Liwath, Musahaqah

Abstrak

Keberadaan kaum LGBT di Indonesia tentu menggundang pro dan kontra diberbagai sektor pihak, menjadi kontroversi besar dikalangan masyarakat beragama yang terkhusus di Indonesia sendiri memiliki catatan mayoritas penduduknya beragama Islam yang menjunjung tinggi nilai moral yang tertuang dalam hukum agama dan adat istiadat dalam masyarakat. Persoalan LGBT masih dianggap tabu dan menakutkan bagi sebagian besar masyarakat, tidak terkecuali di wilayah Aceh yang menjunjung tinggi syariat Islam. Aceh merupakan salah satu provinsi yang diberikan otonomi khusus dalam bidang agama, pendidikan dan adat. Seperti yang telah tercantum dalam Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang pelaksanaan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Aceh juga mempunyai aturan hukum yang berbeda dari daerah lainnya yang ada di Indonesia, yaitu dengan adanya hukum Islam yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Kepemerintahan Aceh yang menyebutkan bahwasannya Aceh memiliki keistimewaan untuk mengatur sendiri urusan kepemerintahan berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan Syariat Islam di Aceh diwujudkan dengan lahirnya beberapa Qanun, salah satunya adalah Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat yang diantaranya adalah khamar, maisir, khalwat, ikhtilath, zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, qadzaf, liwath dan musahaqah.

The presence of the LGBT community in Indonesia certainly invites both support and opposition from various sectors. It has become a major controversy, particularly among religious communities. In Indonesia, where the majority of the population is Muslim, moral values based on religious law and traditional customs are held in high regard. The issue of LGBT is still considered taboo and frightening by much of the public, including in Aceh, a region that strongly upholds Islamic law. Aceh is one of the provinces granted special autonomy in the areas of religion, education, and custom, as stated in Law No. 44 of 1999 concerning the implementation of the special status of the Special Region of Aceh Province. Aceh also has a legal system distinct from other regions in Indonesia, namely the implementation of Islamic law, as regulated in Law No. 11 of 2006 on the Governance of Aceh, which grants Aceh the authority to manage its own government affairs based on existing legislation. The implementation of Islamic Sharia in Aceh is reflected in the issuance of several Qanun (regional regulations), one of which is Qanun Aceh No. 6 of 2014 on Jinayat Law. This law covers offenses such as consumption of alcohol (khamar), gambling (maisir), seclusion with a non-mahram (khalwat), physical intimacy between non-mahrams (ikhtilath), adultery (zina), sexual harassment, rape, false accusations of adultery (qadzaf), sodomy (liwath), and lesbian acts (musahaqah).

Unduhan

Diterbitkan

2025-06-29