ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERIZINAN DAN OPERASIONAL MONEY CHANGER DI INDONESIA DALAM TRANSAKSI VALUTA ASING

Penulis

  • Dhea Salsa Fadhila Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Helida Alfatarin Edib Hanum Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Rahma Rini Khalisa Firdausi Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Najwa Alya Ristiani Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Thaasafina Sitasari Putri Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Naia Fitrianita Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Annas Dyah Prasetyo Universitas Muhammadiyah Surakarta
  • Diana Setiawati Universitas Muhammadiyah Surakarta

Kata Kunci:

Bank Indonesia, KUPVA BB, Money Changer, Perizinan, Regulasi, Valuta Asing

Abstrak

Artikel ini membahas analisis yuridis terhadap perizinan dan operasional money changer atau Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) di Indonesia. KUPVA BB merupakan layanan yang memungkinkan penukaran mata uang asing ke mata uang lokal dan sebaliknya, dengan keuntungan diperoleh dari selisih antara kurs beli dan jual. Layanan ini memiliki peran yang strategis dalam mendukung transaksi internasional. Kegiatan money changer sangat berguna bagi wisatawan, pelaku bisnis, serta individu yang melakukan transaksi internasional karena menawarkan kemudahan, nilai tukar yang lebih kompetitif, serta peluang investasi dalam mata uang asing. Namun, praktik operasional money changer ilegal yang tidak memiliki izin resmi dari Bank Indonesia masih marak terjadi, yang tidak hanya melanggar regulasi tetapi juga berpotensi merugikan konsumen, membuka celah terjadinya tindak pidana pencucian uang, serta mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan guna menganalisis implikasi hukum terhadap transaksi valuta asing yang dilakukan melalui penyelenggara tanpa izin, sekaligus mengevaluasi efektivitas regulasi yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi seperti Peraturan Bank Indonesia No. 18/20/PBI/2016 telah memberikan dasar hukum yang jelas, namun masih memiliki kelemahan pada aspek penegakan hukum, terutama tidak adanya sanksi tegas terhadap pelaku usaha ilegal. Oleh karena itu, perlu adanya pembaruan regulasi, termasuk penambahan sanksi pidana dan administratif, peningkatan pengawasan berbasis teknologi digital, serta penguatan koordinasi antar lembaga. Di samping itu, edukasi publik juga perlu disebar luaskan agar masyarakat memiliki pemahaman yang baik mengenai risiko penggunaan jasa money changer ilegal. Dengan kombinasi tersebut, diharapkan dapat tercipta ekosistem transaksi valuta asing yang legal, aman, transparan, dan stabil di Indonesia.

This article discusses a juridical analysis of the licensing and operations of money changers or Non-Bank Foreign Exchange Trading Businesses (KUPVA BB) in Indonesia. KUPVA BB refers to services that facilitate the exchange of foreign currencies into local currency and vice versa, with profits derived from the difference between buying and selling rates. These services play a strategic role in supporting international transactions. Money changer activities are particularly beneficial for tourists, business actors, and individuals engaged in international transactions, as they offer convenience, more competitive exchange rates, and investment opportunities in foreign currencies. However, the operation of illegal money changers without official licenses from Bank Indonesia remains prevalent. This not only violates regulations but also poses risks to consumers, opens opportunities for money laundering, and disrupts the stability of the rupiah exchange rate. This research employs a normative legal method with a statutory approach to analyze the legal implications of foreign exchange transactions conducted by unlicensed operators, while also evaluating the effectiveness of regulations implemented by Bank Indonesia. The findings indicate that regulations such as Bank Indonesia Regulation No. 18/20/PBI/2016 provide a clear legal foundation but still exhibit weaknesses in law enforcement, particularly the absence of strict sanctions against illegal operators. Therefore, regulatory reforms are needed, including the addition of criminal and administrative sanctions, enhanced supervision through digital technology, and strengthened inter-agency coordination. Furthermore, public education should be widely disseminated to ensure a better understanding of the risks associated with using illegal money changer services. With this combination, it is hoped that a legal, safe, transparent, and stable foreign exchange transaction ecosystem can be established in Indonesia.

Unduhan

Diterbitkan

2025-07-30