IDENTIFIKASI ARAHAN FUNGSI KEBIJAKAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN NAGEKEO SETELAH PEMEKARAN (2007-2024)
Kata Kunci:
Penggunaan Lahan, Kebijakan, Pemekaran Wilayah, RTRW, Nagekeo, KonflikAbstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi arahan fungsi kebijakan penggunaan lahan di Kabupaten Nagekeo setelah pemekaran wilayah tahun 2007 hingga 2024. Pemanfaatan lahan di daerah ini mengalami perubahan signifikan akibat dinamika sosial, ekonomi, dan kebijakan pemerintah. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan penggunaan lahan pertanian dan permukiman, serta penurunan lahan semak belukar dan padang rumput. Kebijakan tata ruang melalui RTRW serta regulasi lokal menjadi dasar perencanaan penggunaan lahan, namun tantangan utama terletak pada konflik agraria, kurangnya sosialisasi peraturan, dan alih fungsi lahan yang tidak terkontrol, terutama dalam proyek strategis seperti Waduk Lambo. Penelitian ini merekomendasikan perlunya pendekatan partisipatif dalam perumusan kebijakan, peningkatan transparansi data spasial, dan perlindungan hak masyarakat atas tanah.
This study aims to identify the direction of the land use policy function in Nagekeo Regency after regional expansion from 2007 to 2024. Land use in this area has undergone significant changes due to social, economic, and government policy dynamics. The method used is qualitative descriptive with data collection techniques through interviews, observations, and documentation. The results of the study show that there is an increase in the use of agricultural land and settlements, as well as a decrease in shrub and grassland land. Spatial planning policies through RTRW and local regulations are the basis for land use planning, but the main challenges lie in agrarian conflicts, lack of regulatory socialization, and uncontrolled land conversion, especially in strategic projects such as the Lambo Reservoir. This study recommends the need for a participatory approach in policy formulation, increasing spatial data transparency, and protecting people's rights to land.