MODERASI BERAGAMA DALAM TINJAUAN SYARI’AT

Penulis

  • Cahyo Eko Waluyo Universitas Islam 45 Bekasi
  • Rijaldi Habli Al-Arief Universitas Islam 45 Bekasi
  • Sayyid Tazky Aziz Ramadhan Universitas Islam 45 Bekasi
  • Abdul Ghofur Universitas Islam 45 Bekasi

Kata Kunci:

Moderasi Beragama, Syariat Islam, Radikalisme, Ekstremisme, Harmoni Sosial, Wasathiyah, Toleransi, Pluralisme

Abstrak

Penelitian ini mengkaji konsep moderasi beragama dalam perspektif syariat Islam, dengan tujuan untuk menghadapi tantangan radikalisasi dan ekstremisme dalam kehidupan beragama di zaman modern. Menggunakan metode studi kepustakaan, penelitian ini menggali nilai-nilai utama dalam moderasi beragama, seperti wasathiyah (jalan tengah), tawazun (keseimbangan), i'tidal (keadilan), tasamuh (toleransi), musawah (kesetaraan), dan syuro (musyawarah). Nilai-nilai tersebut tidak hanya berfungsi untuk mencegah konflik agama, tetapi juga sebagai dasar bagi terciptanya harmoni sosial dalam masyarakat yang plural. Penelitian ini menekankan pentingnya pemahaman ajaran agama secara menyeluruh, baik dari sisi tekstual maupun kontekstual, agar agama tetap relevan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Moderasi beragama dipandang sebagai solusi yang efektif untuk membangun harmoni, integritas dalam keberagamaan, dan perdamaian dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Moderasi beragama merupakan pemahaman dan pelaksanaan ibadah yang seimbang, tidak ekstrem, dan berlebihan. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi apakah Al-Quran dan Hadis sebagai kitab suci umat Islam memiliki potensi untuk mengajak umatnya melakukan kekerasan dan teror, terutama terhadap penganut agama lain. Dalam penelitiannya, penulis menggunakan metode tafsir maudhu’i, yang mengangkat satu topik dan memilih beberapa ayat serta Hadis yang berkaitan dengan moderasi beragama, kemudian menghubungkannya dengan konteks-konteks yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-Quran dan Hadis tidak mengajak umat Islam untuk melakukan kekerasan, ekstremisme, atau berlebihan dalam beragama. Sebaliknya, keduanya mengajarkan bahwa pemahaman dan pengamalan agama harus dilakukan melalui jalur keseimbangan dan jalan tengah, sehingga agama tampak ramah, lembut, dan penuh kasih sayang. Keseimbangan ini bahkan menjadi suatu keniscayaan, termasuk dalam hukum alam, sebagai dasar keharmonisan kehidupan. Tanpa keseimbangan tersebut, dunia ini akan hancur dan binasa.

Unduhan

Diterbitkan

2024-12-30